Selasa, Maret 19, 2024
HomeCurhatUlang Tahun dan Janji

Ulang Tahun dan Janji

on

Beberapa hari yang lalu gue ulang tahun. Enggak ada perayaan karena gue sendiri enggak punya cukup biaya untuk bikin pesta semacam itu. Lagipula gue bingung harus senang atau sedih, sebab di usia gue yang sekarang akan sangat mungkin berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan: kapan wisuda? kapan nikah? Dan berbagai macam pertanyaan nyebelin lainnya.

Kampretnya lagi gue ada ujian di hari yang sama dengan ulang tahun gue. Bukannya dibikin seneng malah dibikin tambah pusing. Gue pikir di hari ulang tahun itu gue akan dapat kejutan dari yayasan berupa satu unit mobil Porsche loreng yang suka diparkir di lobi kampus. Oke mimpi gue ketinggian.

Hari itu gue sedang mengikuti Ujian Akhir Semester untuk matakuliah entrepreneurship II. Lanjutan dari matakuliah Entrepreneurship I di semester 3 kemarin. Ini bukan kali pertamanya gue ulang tahun saat tengah menghadapi ujian akhir semester. Tahun sebelumnya pun juga begini huhu.

Tapi enggak apa-apa, setidaknya gue jadi punya bahan untuk merenung di hari ulang tahun. Ujian kemarin mengingatkan gue pada sebuah janji yang belum terpenuhi. Begini ceritanya…

Saat itu gue masih duduk di kelas 3 SMA. Sebagaimana halnya anak SMA tingkat akhir, gue sudah berencana setelah lulus dari sekolah nanti ingin lanjut kuliah. Saat itu gue sudah memegang beberapa nama universitas terbaik menurut versi gue. Mulai dari Perguruan Tinggi Negeri sampai Perguruan Tinggi Swasta.

Awalnya orangtua gue sangat mendukung keinginan gue untuk kuliah di Pulau Jawa. Namun begitu mengetahui bahwa gue juga menginginkan Perguruan Tinggi Swasta, saat itu juga dukungan tersebut sirna.

“Pokoknya belajar! Jangan sampai masuk swasta!” kata nyokap. “Kalau mau masuk swasta, kuliahnya di sini aja!”

Merasa enggak dapat persetujuan, gue pun berusaha untuk meyakinkan nyokap sebab ia yang paling pertama menentang gue untuk masuk ke kampus swasta di Pulau Jawa. Selain biayanya mahal, menurut pandangan nyokap kualitas swasta kalah bagus dengan negeri. Sementara itu bokap bersikap netral dalam hal ini.

Perjuangan gue kemudian berbuah manis. Gue mendapat restu nyokap untuk memilih kampus yang gue inginkan. Di saat yang sama, perwakilan dari kampus negeri dan swasta sering mampir ke sekolah untuk kegiatan promosi sekaligus sosialisasi program.

Yang menarik perhatian gue saat itu adalah hadirnya perwakilan dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Sebuah universitas yang dikenal dengan kampusnya para Youtuber besar Indonesia. Lalu yang tak kalah penting adalah datangnya perwakilan dari Binus University, sebuah universitas yang terkenal karena jurusan Teknologinya. Yup, dua universitas ini kebetulan masuk dalam daftar universitas terbaik menurut versi gue.

Mengenai jurusan, gue sendiri inginnya masuk jurusan Sistem Informasi karena gue pribadi menyukai teknologi. Namun yang menjadi pertanyaan adalah sebaiknya gue mengambil jurusan Sistem Informasi di UMN atau di Binus? Sebab masing-masing kampus punya keunggulan yang berbeda. Yang satu unggul di Multimedia yang satu unggul di Teknologi.

Dalam kebimbangan tersebut gue mencoba untuk ngomong empat mata dengan bokap. Bokap lebih enak diajak bicara karena lebih mengerti dan objektif dalam urusan ini. Dalam obrolan itu gue mencoba untuk presentasi di depan bokap. Presentasi tersebut berkaitan dengan biaya kuliah dari awal masuk sampai wisuda, program yang dimilikki masing-masing kampus, alumni dan terakhir gue mencoba untuk berbicara tentang mimpi.

Meyakinkan Bokap dan Menjawab Pertanyaan
Presentasi di depan bokap
gambar: pexels.com

Ketika ngomongin alumni gue menjelaskan bahwa Binus banyak melahirkan tokoh-tokoh hebat seperti William Tanuwijaya yang mendirikan Tokopedia. Alamanda Shantika, (mantan) Vice President Go-Jek dan sekarang jadi Founder dari Binar Academy. Lalu yang tak kalah penting, Andrew Darwis yang mendirikan Kaskus.

Andrew dan William adalah tokoh yang menambah kepercayaan diri gue untuk mantap mengambil jurusan Sistem Informasi. Soal mimpi besar, gue ingin mendirikan bisnis dan membesarkannya hingga mampu bersaing dengan tokoh yang gue jadikan panutan.

Sampai lah pada bagian penutup presentasi. Di sinilah, janji itu dibuat. Gue berkata, “abang janji, setelah lulus nanti akan punya perusahaan sendiri”. Bokap enggak langsung percaya sebab sebelumnya gue juga pernah berjanji dan belum menepatinya. Karenanya gue diuji dengan pertanyaan: “gimana kalau keadaannya enggak mendukung? Misal, kita kehabisan uang dan papa enggak bisa membayar biaya kuliah abang?”

Gue berpikir. Bokap memang sudah cukup tua dan sudah hampir pensiun. Pertanyaannya cukup sulit untuk dijawab oleh gue yang saat itu masih seorang anak remaja berumur 17 tahun. Namun gue tetap mencoba berpikir ulang dan mencari solusi bagaimana menghadapi situasi tersebut. Solusi yang gue tawarkan ketika itu cukup simpel: “abang bisa sambil kerja part time buat bayar kuliah.”

Tentu gue enggak asal ngomong. Gue pernah merasakan nyari uang sendiri dan gue tau sulitnya kayak gimana. Gue pernah berkeliling jualan koran, pernah menjual kebutuhan game, menulis konten, membuka jasa pembuatan animasi, desain hingga editing. Melalui pengalaman tersebut, gue cukup yakin bahwa diri gue siap untuk kerja part time jika kondisinya mengharuskan gue begitu.

Satu pertanyaan terjawab, kemudian gue diuji lagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang cukup sulit. Mungkin bokap ingin melihat seberapa jauh keseriusan gue di sini. Sebab biaya yang akan dikeluarkan ketika gue kuliah di swasta sangat lah besar. Bukan main-main, bahkan biayanya cukup untuk membeli satu unit rumah di daerah asal gue.

Tiga minggu setelah ngobrol itu gue mendapat restu dari bokap dan dibolehkan untuk memilih universitas manapun yang gue inginkan. Itu artinya gue sudah mengantongin restu dari bokap dan nyokap. Dengan berbagai pertimbangan—selain program dan alumni—akhirnya gue memutuskan untuk masuk Binus. Bagaimana akhirnya gue dapat kuliah di Binus dapat dibaca di sini.

***

Oktober 2018 kemarin kampus mengadakan briefing untuk program 3 + 1. Buat yang belum tau, 3 + 1 adalah program khusus di kampus gue yaitu 3 tahun belajar dan 1 tahun untuk enrichment. Program ini dikhususkan bagi mahasiswa semester 6 dan 7 untuk mengembangkan diri.

Di dalam briefing tersebut dijelaskan bagaimana mekanisme dari pemilihan setiap program dan apa plus minus hingga persyaratannya. Seperti yang sudah pernah gue ceritakan, programnya terbagi 5 yaitu internship, entrepreneur, pertukaran pelajar, penelitian, dan community development.

Program enrichment ini memberikan gue kesempatan untuk mewujudkan mimpi besar gue selama ini: bikin lapangan pekerjaan dan sesuatu yang berguna.  Dalam hal ini gue perlu mengambil track entrepreneurship dan memulai bisnis dari nol dibawah pengawasan para coach. Ya, khusus track entrepreneurship akan ada coach yang membina dan mengawasi perkembangan setiap bisnis yang dibuat oleh masing-masing individu maupun kelompok.

“Lu milih apa nanti, Za?” tanya temen gue yang bernama Matt.

“Belum tau. Gue masih bingung mau pilih internship, entrepreneur atau penelitian.”

“Entre aja yuk, bareng sama gua,” ajak Matt.

Tawarannya untuk berkolaborasi memang bagus. Sebab selain punya jiwa bisnis, dia juga punya koneksi yang luas. Dengan begitu gue punya kesempatan untuk belajar ilmu bisnis secara langsung. Namun gue bukan tipe orang yang berpikir untuk jangka pendek seperti satu-dua tahun berjalan lalu bubar. Justru gue berpikir untuk kelangsungan jangka panjang. Akan dibawa kemana bisnis yang akan kami kembangkan nanti—seandainya jadi—dan apakah ia dapat bertumbuh dan berkelanjutan.

Tawaran Kolaborasi Bisnis
Tawaran Kolaborasi Bisnis
gambar: pexels.com

Gue menimbang tawaran tersebut dengan sangat hati-hati. Sebab bisnis bukan hanya tentang partner, namun juga tentang kesamaan visi dan misi. Setelah melalui beberapa pertimbangan akhirnya gue menolak tawaran tersebut lalu menjelaskan bahwa gue enggak ngambil entrepreneurship. Sekarang pilihan gue hanya ada dua: internship atau penelitian.

Gue punya rencana untuk lanjut S2 sehingga menurut gue penelitian mungkin akan jadi pilihan bagus walau bukan yang terbaik. Dari hasil pertimbangan tersebut akhirnya gue memilih magang atau internship karena setelah gue pikir lagi, S2 bisa dilanjutkan sambil bekerja. Sebab dari magang gue akan mendapat pengalaman kerja dibidang professional dan punya kesempatan untuk diangkat menjadi karyawan tetap seperti yang dialami senior gue.

Dan jika melanjutkan S2 sambil bekerja, setidaknya gue enggak merepotkan orangtua di rumah karena bisa membiayai kuliah sendiri. Dengan bermodal pemikiran seperti itu, gue memilih magang dengan penuh percaya diri.

Kembali ke perjanjian. Memang waktu itu enggak ada hitam di atas putih selayaknya perjanjian resmi dan gue sama sekali enggak dituntut untuk memenuhinya. Meski enggak ada paksaan tapi hal tersebut membuat gue merasa seperti berhutang.

Gue pun merenung. Berpikir tentang apa yang sudah gue lakukan dan apa yang belum pernah gue lakukan. Saat itu yang terpikirkan oleh gue cuma satu, gue gagal. Ya, gue memang udah gagal menepatinya. Lebih-lebih lagi melewatkan kesempatan yang sudah di depan mata.

Namun apakah gue menyesali keputusan yang sudah gue buat? Hampir saja, sampai gue mencoba melihat dari kacamata berbeda. Dalam renungan itu gue teringat satu hal, gue belum pernah membuat orangtua gue betul-betul merasa bangga. Renungan itu mempertemukan gue dengan sebuah harapan baru: membuat kedua orang tua bangga.

Ketika mendapat kabar bahwa gue akan magang di Bank Mandiri nyokap menangis terharu. Begitu juga dengan bokap. Ekspresi bokap memang biasa aja, tapi gue tahu dari getaran dan nada suaranya mengisyaratkan bahwa dia terharu. Sejak menerima kabar tersebut nyokap mulai menaruh perhatian lebih ke gue.

Setiap kali menelepon ke rumah, di akhir pembicaraan nyokap selalu mengingatkan gue untuk lebih semangat saat mulai masuk kerja nanti. Ketika belum punya baju untuk kerja, gue diingatkan untuk segera membelinya padahal gue masuk kerjanya masih lama. Bahkan sampai disuruh membeli pakaian terbaik—enggak masalah harganya murah atau mahal—padahal biasanya disuruh cari yang murah supaya hemat.

Yang paling lucu adalah nyokap sampai cerita soal ini ke tetangga dan semua orang yang ia temui. Enggak cuma orang-orang yang ia temui, bahkan sampai cerita di WAG keluarga bokap dan WAG keluarganya. Sebenarnya gue agak malu diceritain gitu tapi yah enggak apa-apa lah namanya juga lagi senang.

Oiya buat yang belum tau gue akan magang di Mandiri sebagai Technical Writer selama satu tahun penuh. Bagaimana gue bisa dipanggil untuk interview di Mandiri dapat dibaca melalui tautan berikut ini.

Tempat Interview di Menara Mandiri
Menara Mandiri
doc. pribadi

Mungkin janji gue belum bisa terpenuhi saat ini. Tapi gue yakin, suatu saat nanti gue akan bisa mewujudkan mimpi sekaligus menepati janji yang dulu pernah gue ucapkan saat masih remaja. Mohon doanya, ya!

Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

3 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca