Sabtu, Juli 27, 2024
HomeCurhatLika-Liku Dalam Mengambil Skripsi

Lika-Liku Dalam Mengambil Skripsi

on

Saat ini kondisi media sosial di Indonesia sedang panas-panasnya pasca pesta demokrasi beberapa waktu lalu. Buka twitter, pada bahas politik. Buka Instagram, isinya politik. Buka WhatsApp, isinya politik juga. Yang ada di dalam pikiran gue hanya satu, “KAPANKAH INI AKAN BERAKHIR?!”

Apakah kalian sedang merasakan apa yang gue rasakan? Jika iya maka kita senasib, kawan! Huhu.

Tenang, gue enggak akan membahas soal politik karena gue yakin setiap orang pasti capek melihat dan mendengar pembahasan politik dari para ahli dadakan baik di dunia nyata maupun dunia maya. Yang pasti, pada postingan kali ini gue ingin ngomongin lika-liku dalam mengambil skripsi. Jadi begini ceritanya…

Semua bermula dari percakapan di WhatsApp antara gue dengan Feny. “Gimana, Jak? Jani enggak bisa bareng kita,” katanya melalui pesan WhatsApp.

Gue yang waktu itu ingin istirahatkan mata karena habis menatap monitor selama berjam-jam tak punya pilihan selain membalas pesan tersebut sesegera mungkin. “Nanti gue coba tanya Oliv. Mudah-mudahan dia belum punya kelompok.”

Membalas Pesan Sesegera Mungkin
Membalas Pesan dari Feny
sumber gambar: pexels.com

Percakapan gue dengan Feny berlanjut ketika gue selesai menghubungi Oliv. “Fen, dia enggak bisa karena udah punya kelompok,” jawab gue. “Coba lu ajak Rama, mungkin dia mau?”

“Besok gue coba tanya dia,” balas Feny. Dan percakapan berakhir sampai kemudian dia memberi kabar bahwa dia sudah bicara dengan Rama tentang kelompok skripsi nanti.

Untungnya, teman gue yang bernama Rama mau diajak skripsi bareng sehingga kelompok skripsi kami telah dibuat dengan formasi: Feny, Rama dan gue. Sebagai informasi juga, di kampus gue mahasiswa dibolehkan untuk skripsi berkelompok dengan maksimal satu kelompok terdiri dari tiga orang. Kok bisa? Mungkin karena mahasiswanya terlalu banyak kali, ya, makanya dibuat berkelompok.

Pikiran gue mulai tenang karena kelompoknya sudah terbentuk. Yang kemudian perlu kami pikirkan bersama adalah menentukan dosen pembimbing, jalur skripsi, topik dan judul. Jalur skripsinya terbagi menjadi empat yaitu: skripsi class, skripsi non-class, internship dan research. Berhubung gue berbeda perusahaan dengan Feny dan Rama, pilihan kami cuma ada satu yaitu skripsi non-class.

Keadaan mulai tenang ketika itu. Deadline tugas gue di kantor masih lumayan lama, pemilu masih satu minggu lagi dan kami bertiga sudah sepakat akan skripsi di semester 8 nanti yang artinya akan wisuda bulan Desember tahun depan. Namun keadaan berubah ketika Rama tiba-tiba menghubungi gue di suatu sore.

“Za, yakin engga mau 3,5 tahun?” tanya Rama. Yang dimaksud dengan 4 tahun adalah waktu kelulusan di mana skripsinya di mulai saat semester 8 seperti yang kami sepakati dari awal. “Engga susah, kok. 6 bulan, lho, waktunya. Apalagi ngerjainnya bertiga.”

“Takut keteteran gue, Ram. Apalagi senin sampai jumat masuk kerja. Nyampe kos paling jam 7 malam dan itu udah capek banget.”

“Gue sih setelah pikir-pikir sudah yakin pengin lulus 3,5 tahun, Kalau enggak ada teman palingan solo,” balas dia.

“Pertimbangan lu apa pengen 3,5 tahun? Coba jelasin, mana tau pertimbangan lu bisa membuka pikiran gue.”

Rama pun menjelaskan yang menjadi pertimbangan dia untuk mengambil skripsi di semester tujuh supaya bisa lulus 3,5 tahun. Gue membaca penjelasannya dengan cermat karena gue akan mengambil keputusan besar berdasarkan pertimbangan yang dia jelaskan melalui pesan Line tersebut.

Bagi gue pertimbangannya Rama sangat masuk akal. Kalau lulus 3,5 tahun, tentu enggak perlu bayar biaya kuliah untuk semester 8 yang sama sekali enggak ada kegiatan apa-apa dalam periode tersebut kecuali menyusun skripsi dan bertemu dengan dosen pembimbing. Dengan lulus 3,5 tahun artinya gue sudah menghemat biaya belasan juta untuk kuliah satu semester di kampus.

Bertemu Dosen Pembimbing
Bertemu dosen pembimbing
sumber gambar: pexels.com

Setelah membaca pertimbangan Rama, giliran gue yang memberikan penjelasan mengenai pertimbangan gue untuk lulus 4 tahun. Dalam penjelasan tersebut gue bilang bahwa gue ingin mematangkan karir gue terlebih dahulu—fokus pada pekerjaan—lewat program magang selama satu tahun di perusahaan tempat gue mengabdi sekarang agar nanti bisa menyusun skripsi dengan tenang.

Meskipun sudah mengerti dan pertimbangan Rama cukup masuk akal, gue perlu memikirkannya lagi sebab ini sangatlah berisiko karena skripsinya akan dicampur-aduk dengan pekerjaan di tempat magang. Yang ujung-ujungnya akan bikin stress karena enggak punya waktu untuk bersantai dengan tenang di akhir pekan. Namun gue berjanji akan memberi kabar setelah punya keputusan.

Beberapa hari berlalu, gue masih belum membuat keputusan karena pikiran gue udah ke mana-mana akibat terdistraksi oleh sekitar. Tugas di kantor belum selesai, tugas kuliah belum gue kerjakan (meski magang di perusahaan, dosen tetap memberi tugas kuliah seperti biasa), memanasnya situasi di media sosial pasca pemilihan presiden dan wakil presiden.

Ah, dasar Aquarius! Gampang banget sih kedistraksi! Batin gue.

Akibat dari banyaknya distraksi gue makin kesulitan membuat keputusan untuk 6 bulan ke depan. Apakah fokus pada magang atau magang sambilan dengan skripsi. Keputusan yang cukup berat mengingat ini menyangkut soal karir, pendidikan dan juga ekonomi.

Jika gue memilih untuk menyelamatkan karir dan pendidikan, maka gue harus mengorbankan ekonomi karena membayar biaya kuliah belasan juta untuk satu semesternya. Jika gue memilih ekonomi, maka gue harus mengorbankan karir dan mungkin pendidikan gue juga karena itu akan membuat performa gue di tempat kerja jadi kurang maksimal akibat kelelahan dan juga stress. Mungkin juga akan berdampak pada skripsi yang disusun nanti. Yang mestinya bisa maksimal malah jadi kurang maksimal.

Batas pendaftaran untuk mengambil skripsi tinggal beberapa hari lagi dan gue masih belum mengambil keputusan sama sekali. Sementara itu, waktu terus bergerak dan Rama pasti masih menunggu kabar di seberang sana. Mantap dengan keputusan yang telah dia buat yaitu lulus 3,5 tahun.

Gue kembali bertanya pada diri sendiri tentang apa yang gue inginkan saat ini. Wisuda lebih awal lalu membangun karir atau membangun karir lalu wisuda bersama yang lainnya? Gue mencoba melepas diri dari ketegangan dan berusaha untuk tidak didikte oleh Rama maupun orang sekitar. Yang ia katakan memang benar itu membuat gue kepikiran dan karenanya gue jadi sulit berpikir jernih.

Sebab manusia sulit mengambil sikap tegas jika berhadapan dengan uang dan cinta.

Setelah melepas semuanya, gue merasa tidak ada beban lagi di kepala. Gue mulai bisa berpikir jernih dan mungkin ini lah waktunya gue membuat keputusan. Meski sudah sedikit tenang, gue tetap melempar pertanyaan pada diri sendiri. “Selepas wisuda kelak, apakah gue sanggup memenuhi kualifikasi untuk pekerjaan yang akan dilamar nantinya?” Gue pikir ini lah pertanyaan yang perlu gue jawab sebelum mengambil skripsi dan lulus lebih awal.

Dan jawaban atas pertanyaan tersebut tentu saja, iya, karena gue punya cukup waktu untuk menambah ilmu. Gue bisa mengalokasikan waktu yang gue punya untuk investasi ilmu yang sudah maupun yang belum pernah gue pelajari sebelumnya. Apalagi di tempat gue magang, gue punya senior yang tidak segan-segan berbagi ilmu.

Setelah pertanyaan pertama terjawab, kepala gue kembali melahirkan satu pertanyaan baru. “Kapan waktu yang tepat untuk skripsi?”

Lagi-lagi gue merasa ragu. Magang sambil skripsi memang bukanlah hal yang mudah bahkan pihak jurusan sudah memberi peringatan untuk tidak mengambil skripsi pada saat magang. Ah, mengapa membuat keputusan jadi begitu sulit jika terlibat dengan uang! Pikir gue.

Gue menatap ke luar jendela. Menyaksikan motor dan mobil lalu-lalang bagai sekelompok semut yang sedang berbaris. Gue selalu melakukan hal ini ketika penat datang dan saat mata lelah menatap monitor yang brightness-nya lupa gue kurangi. Setiap melakukannya rasa lelah dan stress hilang seketika.

Dan saat itu juga, gue mendapat jawabannya. Setelah yakin gue langsung menghubungi Rama secepat yang gue bisa. “Ram, gimana? Jadinya 3,5 tahun, nih?” tulis gue melalui pesan singkat di Line. “Kalau iya, yok, kita daftar sekarang juga!”

Wisuda dan lulus lebih cepat
Ambil skripsi supaya lulus lebih awal
sumber gambar: pexels.com

Tentu saja gue sudah memikirkannya dengan baik-baik dan menghitung soal untung-ruginya. Bukan cuma dari sisi ekonomi, namun juga waktu, tenaga, stress, dan faktor-faktor lainnya. Kenapa gue yakin ingin lulus lebih awal sementara di awal gue takut kalau magang sambil skripsi membuat gue keteteran? Itu karena gue yakin dan percaya dengan teman sekaligus kelompok skripsi yang sudah kami bentuk.

Begitu lah lika-liku yang gue hadapi dalam mengambil skripsi. Gue memang sengaja tidak melibatkan siapapun dalam hal ini bahkan termasuk orangtua karena hanya akan menambah rumit situasi sebab masing-masing punya pendapat yang berbeda. Lagipula semua akan kembali pada diri gue juga: berani berbuat maka harus berani bertanggung jawab.

Kalian punya cerita atau pengalaman serupa, enggak? Yang berkaitan dengan rumitnya mengambil sebuah keputusan juga enggak apa-apa, kok. Hehehe. Oke? Cerita, ya?



Kalau ada diposisi gue, apa yang akan kalian perbuat?

Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

11 KOMENTAR

  1. Wah gitu ya.. jadi menambah wawasan nih dan akupun mahasiswa yang udah semester 6 udah kudu mikirin skripsi, semoga lancar ya seperti yang direncanakan

  2. pertanyaan terakhir sungguh sulit. gue pun masih suka labil buat menentukan pilihan, dan kputusan. Huhuu. Dan akhirnya lu jd memutuskan untuk milih yg 3,5 tahun. Pilihan yg sulit sih, kduanya sama2 butuh pngorbanan. Tp dmn2 emg bgtu ya? haha. Semangat, Za!

    Gue jg pgn buru2 suasana panas politik ini sgera berakhir deh.. ampe pemilunya udahan pun masih pada rusuh aja ya amfuunn. capek ini mata ama kuping tiap hari pmbahasannya gtuan mulu :(

    • Iyap. Akhirnya gue memutuskan untuk 3,5 tahun. Awalnya memang sulit dan enggak yakin bakal berjalan dengan baik. Tapi kalau dipikir-pikir, skripsinya kan bertiga, harusnya bisa saling ngeback-up satu sama lain ketika ada yang kurang. Makasih, Lu!
      Ya kan… tapi yaudah lah, namanya juga demokrasi. Biasa lah kalau selisih pendapat atau pilihan. Yang penting jangan sampe timbul perpecahan aja :’)

  3. Padahal, semua media sosial itu punya fitur bernama mute dan block yang kalau dimanfaatkan hasilnya bisa bagus banget. Gue selama pemilu enggak pernah liat postingan politik yang saling serang gitu sih, soalnya udah gue mute sejak lama. Wkwk.

    Anjir, baru tau gue kalau ada kampus yang bikin skripsinya bisa keroyokan gini haha. Btw, dari mana lu bisa tau kalau orangtua lu bakal punya pendapat berbeda?

    • Nah, sebenarnya gue pengin pake kedua fitur tersebut. Tapi kalau fiturnya gue pake, nanti jadi ketinggalan soal isu-isu yang ada. :’)
      Mungkin karena mahasiswa dalam satu angkatannya banyak makanya dibikin berkelompok. Satu angkatan perjurusan aja bisa 500an lebih, bayangkan bagaimana lelahnya saat proses bimbingan dan sidang. Gue bisa yakin orangtua punya pendapat berbeda (terutama nyokap) karena ada alasan ekonomi.

  4. kenapa awalannya harus cerita isi whatsapp bapak bapak ahahaha. btw, aku belum pernah sih di posisi memikirkan antara ekonomi atau karir, karena syukurnya uang kuliahku gak berat-berat banget jadi masih ketutup sama gaji kemaren itu. jadi ya aku lewat 4 tahun bahkan tapi pengalaman kerja yang kubangun sebelum tamat gak sia-sia sih. gaada ceritanya nganggur setelah tamat. ya nyari kerjaan yang lebih baik sih pasti :D gak terasa ya jaman ngeblog dari pake baju abu-abu dan sekarang udah mau nyari toga aja :’D

    • Sistem pembayarannya autodebet dari rekening yang didaftarin pas registrasi ulang. Jadi setiap tanggal tertentu nanti uangnya bakal “ditarik” secara otomatis sesuai jumlah tagihan yang harus dibayarkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Reza Andrian
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca