Selasa, November 26, 2024
HomeAbsurdIPA vs IPS: Proses Memilih Jurusan

IPA vs IPS: Proses Memilih Jurusan

on

IPA vs IPS: Proses Memilih Jurusan – Setelah beberapa hari yang lalu gue sempat bikin postingan yang berisi curhatan mengenai jurusan di sekolah, kali ini gue akan sedikit curhat mengenai bagaimana proses yang gue alamin saat memilih jurusan. Gak lengkap rasanya kalau gue curhat tentang bagaimana jurusan yang telah gue ambil tanpa menceritakan bagaimana proses sebelum gue terpilih menjadi siswa IPS.

Kalau belum baca cerita sebelumnya, gue sarankan kalian untuk membaca curhatan gue sebelumnya di sini. Udah? Yak, kali ini gue akan menceritakan bagaimana proses yang gue alamin sebelum gue menjadi seorang siswa jurusan IPS. Gak usah serius-serius amat lah ya. Kalian boleh selonjoran sambil menikmati kopi yang baru aja kalian buat. Kalau gak ada, gue saranin buat dulu deh itu kopi… biar asyik gitu. Udah? Jadi begini ceritanya…

Sebelumnya suasana kelas saat itu tengah ramai sekali. Perlu kalian ketahui, kelas gue masuk dalam barisan kelas yang ‘rawan’ dan berbahaya karena setiap guru yang mengajar di kelas selalu mengeluhkan cara murid menerima pelajaran yang di terangkan oleh sang guru. Itu loh… kelas gue itu ramai banget. Udah kayak pasar aja. Jadi beberapa guru mengeluhkan hal ini.

“Kelas X itu begini-begini,” ucap guru yang baru saja selesai mengajar di kelas.

“Oh… kelas X itu begini-begitu,” sambung guru yang lain, yang juga mengajar di kelas gue.

Gak mau kalah, “Oh… ibu ngajar di kelas X3? Hati-hati loh bu… anaknya bandel-bandel. Susah di atur,” balas guru yang lain, yang juga mengajar di kelas gue yang dulu.

Kami semua juga terancam gak naik kelas karena kelas kami selalu membuat masalah saat proses belajar-mengajar di sekolah tengah berlangsung. Belum selesai permasalahan ini, timbul lagi permasalahan baru. Persoalan yang kami hadapi seolah tiada henti-hentinya menerpa.

Salah satu masalah terpanjang yang pernah kami alamin adalah ketika seorang guru gak mau mengajar di kelas kami. Masalahnya bermula ketika kami memberikan sebuah julukan pada guru itu. Sudah menjadi hal yang biasa ketika murid-murid memberikan julukan pada tiap guru yang mengajar di kelas.

Awalnya kami sekelas enjoy-enjoy aja. Namun ada salah seorang murid di kelas yang ternyata memberitahukan hal itu pada guru yang bersangkutan. Alhasil guru itu gak mau ngajar di kelas kami selama hampir satu semester. Gile, lama banget kan? Ya jelas lah… lama banget. Dan saat itu yang kami takutkan adalah bagaimana nilai mata pelajaran tersebut di dalam raport kami. Sementara mata pelajaran tersebut masuk dalam mata pelajaran yang cukup penting.

Sebenarnya gak satu semester langsung, sih. Tapi prosesnya itu seperti ini:

Permasalahan selesai -> belajar -> Timbul masalah baru -> Gak belajar. Permasalahan selesai -> belajar -> timbul masalah baru lagi. Permasalahan selesai -> belajar -> timbul permasalahan baru, lagi. Permasalahan bermula dari semester pertama dan begitu terus sampai semester kedua.

Wali kelas dan para guru juga menyarankan kami untuk segera menyelesaikan masalah tersebut supaya gak berlarut-larut. Tapi ya begitulah yang terjadi. Setelah permasalahan yang satu selesai timbul lagi permasalahan yang baru. Gue rasa guru itu juga udah capek ngajar kami semua. Yang sabar ya, bu.

Seperti biasa, ketika masa-masa ujian telah usai maka terbitlah remedial. Sial bagi mereka yang nilainya jelek karena akan dipusingkan oleh tugas-tugas perbaikan nilai yang banyak banget dan beruntung bagi mereka yang nilainya baik karena gak akan pusing mikirin tugas-tugas perbaikan nilai.

Setelah semua urusan selesai, akhirnya seorang guru BP datang ke kelas kami. Suasana kelas yang sebelumnya ramai seperti pasar tiba-tiba menjadi sunyi saat guru BP itu masuk. Kami semua sama sekali gak tau kenapa guru BP itu datang ke kelas. Mungkinkah kami semua akan di panggil ke ruang BP karena selama ini punya masalah yang banyaknya minta ampun? Mungkinkah kami semua gak naik kelas sebab masalah yang kami buat? Gak ada yang tau. Kami semua deg-degan.

“Kok mukanya tegang?” tanya guru BP.

Hening.

“Arief” ucap guru itu memanggil salah satu murid di kelas sambil membaca absent.

Arief pun maju. Ibu itu tampak berbisik-bisik sama Arief. Gak ada yang tau apa yang guru BP itu bicangkan dengan Arief. Setelah selesai berbincang, Arief disuruh keluar kelas.

Akhirnya tibalah giliran gue untuk di panggil sama guru BP. Gak taunya tujuan guru BP itu datang untuk menanyakan jurusan yang siswa minatin.

“Reza Andrian Saputra, ya?” ucap itu menyebutkan nama lengkap gue.

“Iya, bu.” gue pasang muka serius. Padahal aslinya pengin segera selesai karena daritadi gue nahan pipis.

“Untuk masuk jurusan IPA minimal Reza harus punya tiga point dari masing-masing mata pelajaran IPA. Begitu juga dengan IPS. Point itu maksudnya rekomendasi dari masing-masing guru mata pelajaran yang pernah mengejar di kelas. Apakah Reza siap?”

“Siap bu!”

“Baiklah, mari kita lihat nilai Reza, ya,” guru BP itu membuka lembaran yang berisi nilai-nilai siswa.

Gue deg-degan.

“Reza punya empat point untuk masuk ke IPS,” ucap guru BP.

“Yah, gue masuk IPS dong?” batin gue.

“Dan Reza juga punya empat point buat masuk ke IPA,” guru BP melanjutkan.

“Hore!” gue membatin sekali lagi karena senang mengetahui bahwa gue bisa masuk ke jurusan IPA mau pun IPS. Ini posisi yang cukup bagus buat gue karena bisa memilih di antara kedua jurusan yang ada.

“Baiklah. Reza punya empat point dari masing-masing mata pelajaran IPA dan IPS. Sebelumnya ibu ingin tau, apa cita-cita Reza?” tanya guru BP gue.

“Jadi anak yang berbakti kepada orang tua IT Consultant, bu.” jawab gue, mantab.

“Bagus. Lalu, Reza mau masuk jurusan mana dan apa alasan Reza memilih jurusan tersebut?” pinta guru BP.

“Reza pengin masuk jurusan IPA, bu. Soalnya Reza nanti mau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi yakni kuliah. Dan syarat masuk fakultas TI itu wajib IPA, bu.” gue menerangkan alasan kenapa gue memilih IPA.

“Bagus. Tapi apa Reza kuat nanti di IPA? Soalnya nanti kita pake kurikulum K13 loh. Jadi nanti Reza akan belajar Kimia, Fisika, Biologi dan Matematika itu selama delapan jam perminggu. Belum lagi ditambah tugas-tugasnya. Dan kita nanti juga akan pulang sore.”

Saat gue mendengarkan penjelasan guru BP itu tiba-tiba gue sakit perut. Pengin boker. Eh gak deng. Gue mendadak sakit perut gak tahan kalau harus belajar Kimia, Fisika, Biologi, Matematika selama delapan jam perminggu. Tapi jujur, gue pengin banget masuk IPA karena untuk masuk ke fakultas TI itu syaratnya wajib IPA. Gue diam sejenak memikirkan jurusan apa yang harus gue ambil. Karena ini menyangkut masa depan gue. Kalau gue sampai salah langkah maka hancurlah gue dalam lautan penyesalan.

Terjadilah perdebatan batin dalam diri gue.

IPA vs IPS
Perdebatan Batin

Setelah menimbang kembali akhirnya gue memilih jalan yang paling aman, IPS. Dan gue harus merelakan cita-cita gue itu karena memang jujur gue gak sanggup bila harus berhadapan sama pelajaran Kimia, Fisika dan Matematika serta kurikulum K13. Belum lagi tugas-tugasnya.

“Yaudah bu, Reza ambil IPS aja,” ucap gue.

“Tapi kalau Reza milih IPS nanti Reza bisa terpengaruh sama anak-anak IPS yang sebagaimana Reza ketahui bahwa anak IPS itu bandel, suka bolos, merokok dan lain sebagainya.”

“Gak bu, Reza gak akan terpengaruh.”

“Apa Reza yakin?”

“KALAU BEGINI CARANYA TERUS AKU HARUS MILIH APA DONG BU!? MILIH IPA GAK SANGGUP, MILIH IPS GAK DIBOLEHIN SAMA IBU. UDAH BU, BUNUH AJA HAYATI DI RAWA-RAWA KALAU BEGINI CARANYA!” batin gue.

“Iya bu, Reza yakin.”

“Tapi ibu gak menyarankan Reza untuk masuk IPS. Karena nantinya Reza bisa terpengaruh.”

“CEPETAN DONG BU! AKU DARITADI KEBELET NAHAN PIPIS!”

“Yaudah Reza ambil IPA aja bu.”

“Tapi apa Reza yakin?” kemudian menjelaskan hal-hal apa saja yang akan terjadi kalau gue milih IPA. Sebenarnya gue udah punya gambaran apa yang terjadi kalau gue milih IPA: Gue ditemukan mengambang di empang bersama dengan ikan-ikan karena muak sama tugas-tugas yang banyak.

“Yaudahlah ya bu. Reza milih IPS aja.”

“Tapi apa Reza ya…,”

“Yakin bu. Reza yakin sekali!” gue memotong pembicaraan karena pertanyaan yang dilemparkan selalu sama. “Apa reza yakin?”

“Yaudah ya… kalau begitu ibu tulis di sini Reza milih IPS. Kalau Reza berubah pikiran, Reza bisa temuin ibu di ruang BP.”

“Siap bu!”

Pada kenyataannya gue gak akan merubah apa keputusan yang udah gue ambil. Biarlah gue di IPS, yang penting gue gak stress apalagi mengeluhkan tentang tugas-tugas yang menumpuk. Gue tau batas kemampuan otak gue. Jadi gue gak akan memaksakan diluar kemampuan otak gue sendiri.

Sementara itu di sisi lain ada temen gue yang ngebet pengin masuk IPA. Padahal point yang dia miliki tidak mencukupi syarat masuk ke jurusan IPA. Temen gue itu ngebet banget masuk IPA. Ketika di tanya kenapa dia pengin masuk IPA, alasannya adalah: Mau jadi dokter.

Setelah melalui proses yang cukup panjang (memohon supaya dimasukin ke IPA), akhirnya guru BP menuliskan namanya di IPA.

Bukan persoalan IPA lebih bagus dari IPS. Ini adalah persoalan bagaimana langkah menentukan masa depan. Jangan sampai salah dalam memilih jurusan. Sekali aja kalian salah milih jurusan, maka sengsara lah kalian selama bertahun-tahun. Jangan sampai menjadi korban jurusan. Malu banget kan.

Buat apa masuk IPA tapi sementara kemampuan otak gak mendukung. Buat apa masuk IPA karena masalah gengsi. Ini bukan soal gengsi tapi persoalan langkah menuju masa depan. Ingat, kalian sendiri yang menentukan masa depan. Bukan orang lain. Sekali saja salah langkah, maka jatuh lah kalian ke dalam jurang penuh penyesalan.

Trus denger-denger ada orang yang rela menyogok guru supaya masuk ke IPA. Biasanya sih orang yang rela nyogok ini karena masalah gengsi. Ini gak bener banget nih. Sebaiknya jangan ditiru orang-orang yang kayak gitu. Gak baik.

Sebaiknya pilihlah jurusan yang bener-bener sesuai dengan kemampuan kalian sendiri. Bila merasa mampu di IPA, pilihlah IPA. Bukan sekedar mampu aja. Tapi harus memiliki kemauan yang cukup tinggi supaya tahan di IPA. Karena ya seperti yang kalian ketahui sendiri bagaimana susahnya pelajaran IPA. IPS? IPS juga sama sulitnya karena bakal banyak hafalan.

Kalau masalah takut terpengaruh dan ikut-ikutan nakal itu tergantung kalian sendiri. Buktinya, gue gak terpengaruh tuh sama temen-temen gue yang lain. Tapi percaya gak percaya, berteman dengan orang-orang yang bandel itu asik loh. Tapi ya harus pilih-pilih teman juga. Apalagi buat kalian yang gampang terpengaruh dan ikut-ikutan teman. Harus pandai memilih teman.

Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

13 KOMENTAR

  1. Lantas, milih IPS kemarin cita-citanya mau jadi apa nak? Kan TI udah gabisa :|
    Tapi ya kalo menurut gue lu harusnya kalo emang minat di TI ya perjuangin sekalipun banyak tugas dan sulit. Lah kan hidup ini adlaah perjuangan bro, kalo nyante alias selalu ada di comfort zone ya kaya jalan di tempat. Hehe, IMO :D

    • Selalu siapkan rencana kedua bila rencana pertama tidak berjalan sesuai keinginan. Gue punya rencana kedua, kok. Walaupun gak bisa masuk jurusan TI, selalu ada rencana kedua, yakni gue bisa masuk jurusan SI. Sama-sama bisa jadi IT Consultant kok :p

  2. Wah, itu anak-anak kelas lo pada ngapain gurunya sampe ogah ngajar? haha

    IPA atau IPS sama aja, kok. IPA nggak bisa dibilang lebih susah, lebih bagus daripada IPS, atau sebaliknya. Ada kelebihan masing-masing.

    Hmm, kenapa nggak coba aja di IPA kalo dari awal udah nentuin cita-cita jadi IT Consultant? Kalo jurusan “berbau” IT kan ada mafia-nya (matematika fisika kimia) hehe.Jangan takut harusnya.
    Tapi IPS bisa kok masuk TI. Gue SMK malah, jurusan Akuntansi. Tapi gue sekarang kuliah jurusannya Teknik Informatika haha. Cuma yagitu, ngos-ngosan. Pas SMK gue ngga belajar trigonometri, integral, fisika, kimia, tapi pas kuliah itu ada. Jadi, mau nggakmau gue harus belajar dari nol. Ibaratnya tuh gue lari, temen-temen gue anak IPA pada jalan bahkan merangkak. muehehe. Dan ini seru buat gue. Menantang.

    Semangat jadi IT Consultant!

    • Itu loh… ada salah satu temen gue yang ngelapor ke guru yang bersangkutan. Udah jadi hal yang biasa kalau setiap pelajar memberikan julukan pada masing-masing guru. Nah, temen gue itu, ngelapor ke gurunya langsung. Guru itu marah di kasih julukan. Guru itu pun ogah ngajar di kelas gara-gara itu.
      Iya, IPS juga bisa, ya walaupun bukan murni ngambil jurusan TI. Tapi gue selalu menyiapkan rencana kedua bila rencana yang pertama gak berhasil. Yakni kuliah di jurusan Sistem Informasi :D
      Sama-sama bisa jadi IT Consultant :D
      Makasih :)

  3. Wah, itu anak-anak kelas lo pada ngapain gurunya sampe ogah ngajar? haha

    IPA atau IPS sama aja, kok. IPA nggak bisa dibilang lebih susah, lebih bagus daripada IPS, atau sebaliknya.Beda.

    Hmm, kenapa nggak coba aja di IPA kalo dari awal udah nentuin cita-cita jadi IT Consultant? Kalo jurusan “berbau” IT kan ada mafia-nya (matematika fisika kimia) hehe.Jangan takut harusnya.
    Tapi IPS bisa kok masuk TI. Gue SMK malah, jurusan Akuntansi. Tapi gue sekarang kuliah jurusannya Teknik Informatika haha. Cuma yagitu, ngos-ngosan. Pas SMK gue ngga belajar trigonometri, integral, fisika, kimia, tapi pas kuliah itu ada. Jadi, mau nggakmau gue harus belajar dari nol. Ibaratnya tuh gue lari, temen-temen gue anak IPA pada merangkak. muehehe.

    Semangat jadi IT Consultant!

  4. Aku menjadi.anak ips bangga loh. Dulu sempet miloh jurusan ipa tapi upaya itu gagal mau tidak mau ya harus ikut masuk jurusan ips hehe..

    Di ipa dan ips itu sama saja. Kebanyakan anak ips itu santai santai aja seperti IPS Ilmu Pengetahuan Santai

  5. Kalo gur jadi lu sih mendingan milih IPA. Karena setahu gue anak IPA itu lebih gampang masuk jurusan kuliah mana aja dan juga kebanyakan anak IPA, bisa pelajaran IPS.

  6. Guru juga manusia yang bisa baper kalo baca akun galau. yang bisa baper juga kalo dikasih julukan jelek. hahaha.

    tapi kehidupan gue dulu gak kayak gitu. Saat gue STM gurunya cuek bebek mau dikasih julukan apa aja. Yang penting anak anaknya belajar dengan serius. Gak ada juga bingung milih jurusan. Karena udah milih dr kelas 1. Dan lulusannya bisa milih jurusan secara fleksibel kalau kuliah. Tapi ya gitu. Susah tembus PTN hahaha :p

  7. gw malah anak ipa pengen pindah ips, anak ipa tugas itungannya banyak banget, kalo gurunya nggak masuk langsung ketinggalan banyak materi sama kelas laen apalagi sekolah gw terep make k13, tapi udah nggak bisa pindah jurusan-_-

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Reza Andrian
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca