Ngikutin Trend atau Beneran Niat? – Belakangan ini kelas gue lagi heboh-hebohnya sama buku harian atau biasa disebut sebagai buku diary lebih tepatnya. Buku diary adalah sebuah buku catatan harian dari sang pemilik yang mana isi dari buku tersebut biasanya di berisikan cerita sehari-hari dari sang pemilik.
Buku diary seperti yang kalian ketahui, sudah sangat jarang ada saat ini. Bukan jarang ada sih, tapi sudah sangat jarang ada orang yang menulis buku diary di era modern seperti sekarang ini. Biasanya di era modern orang lebih memilih menulis cerita kesehariannya di sebuah blog. Seperti gue. Tapi terkadang tidak semuanya gue tuliskan di blog. Hanya cerita yang cukup menarik yang gue bagikan di blog.
———
Cerita ini bermula ketika teman gue, Wawan, tidak sengaja membaca buku diary-nya Fina (bukan nama sebenarnya) yang ia tinggalkan di kolong mejanya. Si Fina ini punya buku diary yang selalu dia bawa ke sekolah. Buku diarnya itu Fina ditulis oleh tangan Fina sendiri. Kesan gue ketika pertama kali tidak sengaja membaca buku diarnya Fina adalah: Wow, rapih banget buku diarynya.
Di saat kelas lagi sepi-sepinya karena sedang jam istirahat, si Wawan ini iseng mengambil buku diarynya Fina yang ia tinggalkan di bawah kolong meja. Entah karena kelupaan atau memang malas membawa buku diary yang seharusnya penuh oleh privasi itu, Fina tinggalkan begitu saja di bawah kolong meja. Di dalam kelas yang isinya anak-anak kepo.
FYI. Kelas baru gue ini anaknya care satu sama yang lain. Berbeda dengan kelas gue yang sebelumnya yang mungkin memang kompak tapi kalau urusan peduli satu sama lainnya sangat kurang. Lebih ke bodo amat. Jadi di kelas gue yang sekarang ini carenya dapet, kompaknya pun juga dapet. Tapi ya itu, namanya juga anak IPS lah ya, rasa ingin tahu tentang seseorang tinggi banget.
Gue yang waktu memang lagi males ke kantin bergabung sama Wawan membaca buku diarynya si Fina. Ternyata… yaampun… memalukan banget isi bukunya si Fina :(
Di buku diarynya itu ia tulis semua tentang hal dalam hidupnya yang pernah terjadi baik yang senang sampai kejadian memalukan yang ia tulis juga di dalam buku itu. Sehingga tidak heran bila setelah buku diarynya itu di baca oleh Wawan dia dijadikan bahhan candaan karena cerita memalukan yang di dalam buku itu sudah Wawan baca.
Tapi bukan itu yang ingin gue bagi di postingan kali ini. Di postingan kali ini gue akan berbagi tentang hal yang serupa tapi versi gue sendiri.
Temen-temen di kelas gue entah kenapa tiba-tiba jadi punya buku diary semua. Buku diary, sebagaimana yang kalian ketahui, bukanlah sembarang buku. Buku diary berisi cerita-cerita horror tentang kehidupan kita (si penulis), yang tidak semestinya dibagikan kepada orang lain.
Buku diary seolah menjadi trend baru di dalam kelas gue. Mungkin tidak ada salahnya si Fina dijadikan bahan candaan, buktinya, meskipun dia jadikan bahan candaan di kelas, temen-temen jadi terpacu ingin memiliki buku diary juga. Yang sabar yah Fin, walaupun kamu dijadikan bahan candaan di kelas, tapi kamu memberikan pengaruh yang sangat baik bagi keberlangsungan teman-teman di kelas.
Setidaknya minat menulis dan membaca seseorang jadi terpacu berkat trend ini.
Gue juga mengalami hal yang sama. Gue itu orangnya mudah terpengaruh. Mudah terpengaruh dalam artian yang baik. Misalnya saja setelah belajar agama. Gue jadi terpengaruh, ingin melakukan hal yang baik bagi keberlangsungan hidup umat manusia di dunia. Bukan mudah dipengaruhi dalam artian seperti: “Za, kita bisnis ini yuk? Gajinya gede Za! Dapet rumah mewah! Mobil mewah! Hanya dalam 3 bulan!” ditawarin gabung bisnis MLM taunya. Nggak, kalau hal yang seperti itu gue sulit untuk di pengaruhi. Tapi dalam hal berbuat baik atau hal positif bagi diri sendiri, apapun gue lakukan.
Setelah melihat temen-temen punya buku diary, gue kepingin punya buku diary juga! Keesokan harinya gue ngomong sama bokap kalau gue pengin buku diary. Malamnya kebetulan bokap gue libur. Trus gue di ajakin pergi ke Toko Buku yang ada di dalam mall buat nyari cabe-cabean buku diary impian gue. Kesan pertama gue ketika masuk ke rak bagian buku diary: “Kampret! Imut-imut semua gambarnya! Gambar Snoopy lagi!”.
Kalian pasti tahukan sama Snoopy. Karakter si guguk lucu itu dijadikan cover dari buku diary yang sedang gue cari. Semua bukunya bergambar Snoopy. Tidak cocok untuk orang bermuka rupawan seperti gue ini. Gue lebih cocoknya sama buku diary yang covernya gambar Upin & Ipin.
Gue langsung nge-sms bokap, ngasih tahu kalau buku diary yang sedang gue cari tidak ada yang covernya biasa. Semuanya imut-imut. Lebih cocok untuk adik gue. Tapi adik gue hobinya gambar. Sehingga kalau buku diary bergambar Snoopy itu gue berikan pada adik gue, yang ada malah buku diary itu bakal habis dipake buat ngegambar karakter kartun kesukaannya dia seperti Marsha, Frozen, Barbie, Cinderella, dan lain-lain.
Gue pulang dengan tangan kosong. Tak membawa barang apapun.
Keesokan harinya gue ngajak bokap lagi buat nyari buku diary. Sebenarnya di Toko Buku semalam gue ngelihat ada beberapa buku diary yang covernya biasa saja. Tapi buku diary tersebut, covernya terbuat dari kulit. Sehingga sedikit lebih mahal dibandingin sama buku diary yang covernya terbuat dari plastik atau apalah itu namanya gue juga kurang tahu.
Bokap nggak setuju. Bokap malah ngajak gue pergi ke salah satu Toko perlengkapan alat-alat tulis langganan kami. Tempatnya lengkap banget. Semuanya hampir ada. Harganya pun beragam, ada yang murah sampai yang paling mahal. Lalu gue bertanya kepada petugasnya, “Mbak, ada buku diary?” dengan polosnya.
“Buku Agenda? Itu, di dekat meja sana,” si mbaknya menunjuk ke arah meja yang ia maksud.
“Makasih mbak ya!” lalu gue berjalan ke arah meja yang ia maksudkan tadi. Dan gue melihat ada cukup banyak buku diarynya. Tapi sayang, hanya ada satu ragam. Tidak banyak seperti yang semalam gue lihat di Gramedia. Gue bertanya kepada si mbak yang sedang bertugas.
“Mbak, buku ini harganya berapa ya?” sambil nunjukin buku yang gue maksudkan.
“Oh, itu harganya 12ribu.”
“Terima kasih mbak ya.”
Baca Juga: Tumbang Dalam Tes
Gue menemui kembali mbak yang pertama kali gue temui saat masuk ke dalam toko itu. “Buku diary ini satu, mbak”
“Berapa kata mbak yang di sana?”
“12 ribu,” jawab gue.
“Ohh yasudah.”
Lalu gue memberikan selembar uang kertas lima puluh ribu kepada mbak itu. Dan… akhirnya gue resmi punya buku diary juga!
Gue senang banget akhirnya punya buku diary! Awalnya sih berjalan lancar. Satu halaman telah gue isi. Namun untuk halaman selanjutnya, halaman-halaman dari buku diary gue tak terisi. Banyak lembaran kosong yang tak tersentuh oleh goresan tinta pena. Gue pun bertanya pada diri sendiri, “Lo sebenarnya cuman ngikutin trend atau niat pengin mengisi setiap lembaran yang ada?”
Gue malu pada diri gue sendiri. Bersungguh-sungguh ingin mengisi tiap lembaran diary yang ada, tapi buktinya, gue membiarkan lembaran-lembaran itu kosong melompong tak terkena coretan tinta pena. Bahkan masih terlihat rapi.
Ya Allah, sebenarnya gue ini cuman ngikutin trend atau beneran niat banget buat nulis diary sih? :(
Tapi gue berharap banget selanjutnya gue nggak males-malesan lagi buat mengisi lembaran buku diary gue itu. Beneran ingin gue isi sampai buku itu penuh! Semangat!
Bagaimana dengan kalian sendiri? Apakah kalian punya buku diary dan mengalami masalah yang sama seperti gue? Bagiin lewat komentar yuk!
gue sih jarang nulis curhatan di buku agenda gue, jadi isinya ya cuma ide-ide konyol gue, dan bisa jadi catetan untuk setiap keberuntungan dan kebahagiaan yang udah gue dapat dalam sehari. pertama sih gue catet di hp biar lebih update~
Bisa di praktekan! Jadi isinya gak sekedar curhatan aja ya, ada ide-ide konyol, kebahagiaan yang dialami dalam sehari! Thanks idenya :D
gak pengen bikin sendiri tuh buku agendanya, biar makin ngiri tuh temen2 lo, haha
nih pernah gue buat artikelnya, kok ngepas yah..
Pengen sih, udah ada, tapi membiasakan diri itu yang susah :D
buku kaya gitu sering saya bawa pas meeting wat mencatat hal yang penting terkadang kalo boring juga suka iseng nulis disitu hahahaha
Kalau udah kerja mah jelas butuh banget ya mas buku kayak gini. Kalau gue beda, gue sering kelupaan buat nulis. Lebih sering nyatat di hp :D
Namanya juga orang udah kerja ya mas, beda fungsinya XD
Kalo aku lebih tertarik nulis di hp. Tapi sekarang sedang membiasakan diri nulis di buku :D
Duh,,,,gw nulis buku diary terakhir pas SMP hihihi. Sekarang lebih ke ngeblog hehehe
Aku juga nih mbak. Bahkan blogku ini udahku anggap sebagai diaryku sendiri tapi bersifat virtual karena tidak dapat disentuh :D
Masih zaman buku diary..?kirain masanya udah berlalu..krna org lbh banyak menggunakan digital atau medsos
Untuk sekarang sepertinya era itu kembali lagi mbak :D mengingat teman-teman gue sekarang rata-rata udah punya buku diary sendiri.
gue lebih bingung lagi karena… Hellooo… Ternyata masih ada yah orang yang masih nuis diary. Apalagi gue yakin lo anak SMA, sedangkan rata-rata orang punya diary pas masih SD. wkwkwkw
.
Kalo sekarang gue punya diary, mungkin pada akhirnya tuh diary jadi kotretan fisika gue atau isinya gambar-gambar penghinaan gue kepada guru killer di sekolah hahaha XDD
Masih ada dong. Di kelas gue lagi ngetrend malah nulis di diary :D ah gak juga kok, SMP dan SMA juga ada yang punya buku diary. Tapi ya itu, buku diary terkesan lebih feminim. Jarang sekali cowok ngisi buku diary, tapi karena lagi ngetrend, kesannya biasa aja XD
Buahaha buku diary juga bisa digunakan untuk itu juga! Multifungsi lah ya XD
Kalo gue sih diary gue ya cuma di blog hehe :))
Gue juga Jep. Blog gue ini juga masuk dalam kategori diary. Dari taglinenya aja udah jelas, “My virtual diarys.”
Tapi akan lebih bagus lagi kalo ada diary beneran, yang dapat di sentuh :D
Saya juga punya, cuma nggak mau nyebutnya diary, kesannya cewek dan isinya curhatan doang. Saya dulu nyebutnya jurnal, walaupun ya isinya juga curhatan doang sama hal konyol sehari-hari hehehehe…
Itu juga bisa. Tapi kan dibukunya udah tertulis “Diary” tuh, jadi gue gak bisa nyebutnya jurnal XD
Bro, setelah sekian lama akhirnya gue udah ngepost lagi nih! :))
Iyap Jep! Gue udah lihat kok :D
Punya dong tapi waktu SMA dulu.rajin banget ngisinya sampai hampir penuh.
Karena sekarang udah ada blog jadi pindah ke blog
Di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini buku diary dialihkan ke blog ya :D
Mending ngisi di blog ya mas….
Iya, betul, tapi fungsinya sama aja kok XD
Dari zaman SD sampai sekarang (kuliah), saya masih rajin nulis diary. HAHAHA. Tapi diary SD dan SMP ku sudah ku bakar. Isinya terlalu alay dan buruk untuk diingat :( kalau mau dihitung-hitung diary ku sudah ada delapan. HAHAHA
Wih! Hebat Bil :D
Kalo gue mah jarang ngisi -,- sering kelupaan gitu hahaha
Hebat! Tapi buku diary lamamu itu seharusnya bisa dijadiin bahan postingan di dalam blog :D
Ingat buku Diary, jadi ingat kembali masa-masa waktu saya SMP, waktu buku diary lagi jadi trend. Tapi dengan nama dan fungsi yang sedikit lebih dari diary pada umumnya, yaitu yang dinamakan dengan binder. Binder biasanya juga sering kita saling tukarkan dengan sahabat. Ah, membaca tulisan ini, saya seperti ingin kembali kemasa-masa indah itu.
Oh ya, selain jadi tempat curhat. Menulis diary juga banyak manfaatnya loh. Salah satunya adalah, melatih kita dalam memperbaiki tulisan tangan. Hal yang tidak akan mungkin kita temukan bila menulis sebuah diary di blog.
Iya binder! Adik gue masih make binder! Dia sering tukeran binder sama temen-temennya di sekolah, tapi kalo adik gue bindernya cuman dijadikan bahan buat koleksi doang, gak mau ditulis katanya sayang kertasnya bagus XD
Tepat sekali! Dengan rajin mengisi diari, maka secara otomatis akan melatih kita dalam memperbaiki tulisan tangan. Betul :D
Tapi bedanya kalo diary blog bisa dibaca oleh masyarakat umum sementara diary asli tidak bisa dibaca oleh banyak orang :D
Tulisan gue jelek, ditambah udah bertahun-tahun nggak pernah nulis pake pulpen. Entah apa jadinya kalo gue menulis di buku.
Gak bisa gue bayangkan gimana gambarannya kalo lo nulis di buku XD
YaaRabb, aku jadi inget, dulu aku juga punya buku diary. Waktu itu aku punya buku diary pas kelas 7-8 SMP gitu. Rame gitu berdiary. Tapi kampret, semakin hari, aku nggak enak buat nulis diary karena adik aku kepo banget sama isi diary aku yang rata-rata lagi mabuk asmara semua wkwkwk. Emang, Za. Saat kita melihat seseorang menulis cerita yang ia alami, kita jadi pengen juga nurutin dia. Mungkin ada kesenangan tersendiri.
Semakin hari, aku jadi seringnya curhat di blog, karena ya… gitu. Sekadarnya, adik aku jarang lah kepo ke website blog aku. he.
Jadi lu juga punya buku diary dulunya Ris? Kalau lu ada yang kepoin, kalau gue sering kelupaan alias malas buat nulis. Padahal waktu itu ngebet banget pengen punya diary fisik, tapi giliran udah di beli malah gak ditulis. Mungkin untuk ke depannya gue bakal usahain untuk ngisi itu diary. Ngikutin perkembangan zaman gitu ya Ris, kalau dulu biasa curhat di diary, kalo sekarang udah di blog hihihi
diyakini aja, nulis diary mood2an, terakhir kali gue nulis diary jaman SMA, itu pun ga rutin
Yip :)
td komen gue udah masuk belum ya
Sudah kok, hehehe
Kalau sekarang sih lebih enakan nulis di blog walaupun harus tetap memerhatikan privasi.