Semalam, aku mimpi. Memimpikan dia yang hatinya tak bisa kumiliki. Dia yang sangat kurindukan hadirnya. Suaranya. Tawanya. Segala hal yang menyangkut tentangnya. Apapun itu. Aku suka.
Semuanya terasa indah. Semuanya terasa nyata. Bahkan genggaman tangannya masih dapat kurasakan sampai sekarang ini. Suaranya. Kata-kata yang dia bisikkan ketelingaku. Lagu-lagu tentang cinta yang sengaja dia nyanyikan untukku. Aku masih mengingatnya dengan baik. Dengan jelas.
“Lagu ini sengaja kuyanyikan khusus untukmu,” katanya kepadaku di sebuah kedai kopi sederhana yang tak begitu ramai dari kunjungan orang-orang.
Aku menikmati lagu yang dia nyanyikan. Sekali-kali aku ikut bernyanyi. Sekali-kali aku diam karena nggak hafal liriknya. Sekali-kali dia memintaku untuk diam dan tak menganggunya bernyanyi. Sekali-kali aku tak mengindahkan permintaannya sehingga membuat dia merasa kesal. Tentu saja, aku suka bagaimana cara dia memarahiku. Aku suka ketika dia memasang muka bete. Aku suka ketika dia ngambek karena tak kuindahkan permintaannya.
Seketika dia berhenti bernyanyi. Ada jeda yang tercipta di antara kami berdua. Air mukanya berganti menjadi serius. Segera dia meraih sesuatu yang tersimpan di dalam tasnya. Menyingkirkan barang-barang yang ada di dekatku. Mengatur posisi duduknya agar persis berada di sampingku. Lalu menunjukkan sesuatu yang tersimpan di dalam ponsel genggamnya.
Gerak-geriknya membuatku bingung. Pertama, dia menyanyikan lagu khusus untukku. Kedua, dia mengatur posisi duduknya agar berada persis di sampingku. Ketiga, hasil capture chat yang dia tunjukkan padaku.
Aku berusaha menerka-nerka apa yang dia inginkan dariku. Apa yang dia ingin tunjukan padaku. Apa maksud dari semua ini.
“Aku suka kamu, Za,” bisiknya dengan lembut ke telingaku. Waktu seolah berhenti. Memberi kami ruang untuk saling merasakan adanya getaran-getaran yang tercipta lewat kalimat sederhana barusan. Seperti memberi kami ruang untuk mencurahkan semua yang selama ini terpendam di lubuk hati. Kemudian, kukatakan padanya bahwa aku juga memiliki rasa yang sama. Bahwa aku menyimpan rasa padanya sejak awal jumpa. Kuucapkan seolah tak ada beban berat yang sedang kupikul saat itu.
Tak peduli bagaimana anggapan orang-orang di sekitar. Yang terpenting, aku tahu bahwa selama ini dia juga punya rasa terhadapku. Dan sebaliknya. Kuucapkan tanpa memperdulikan status kita saat ini. Tanpa memperdulikan kepercayaan yang kita bahwa dari lahir. Tanpa memperdulikan akibatnya nanti bila salah satu dari kita mulai menginginkan hubungan yang lebih serius.
Namun aku harus menelan kenyataan pahit ini bahwa semua hanyalah mimpi. Skenario termanis yang kudapatkan hanyalah bagian dari bunga tidur. Aku tersenyum. Kalau memang kita tak dapat bersatu, paling tidak biarkanku menikmati skenario terindah barusan meski harus tertidur untuk selama-lamanya.
Ini mimpi baik apa mimpi buruk?
Kayaknya ada dilema dalam mimpi ini, karena keduanya sudah memiliki ‘status’..
Salam hangat dari Bondowoso..
Suka banget sama postingan yang ini. Manis banget, dan rasanya lumayan menohok karena beberapa hari terakhir ini, gua juga lagi sering bermimpi soal dia yang tak bisa kumiliki =)
sepertinyaaaa sedih yaa
Baca kalimat awal aku kok malah keinget lagu dangdut
Semoga segala mimpi itu jadi kenyataan, ketika irtu nyata tak ada yng berhak melarang atau menolaknya selain tuhan mencipta mimpi itu sendiri. Perdana main kesini, suka tulisan :D