Tanggal 27 Februari kemarin akhirnya gue berhasil untuk tetap eksis saat akhir bulan dengan memenuhi keinginan untuk nonton. Salah satu film yang saat ini sedang di putar di bioskop-bioskop kesayangan mantan. *Eh
Sebelum menarik keputusan buat pergi nonton gue harus memikirkannya dengan sangat hati-hati karena saat ini gue sedang menjalani program hidup hemat. Program yang sudah gue lakonin sejak akhir bulan Februari kemarin.
Ongkos untuk pulang-pergi bukan masalah karena baru-baru ini gue habis dapet voucher sebesar seratus ribu. Jelas gue senang banget sewaktu saldo tersebut terakumulasi di akun gue. Gue hampir-hampir nggak mikirin berapa ongkos pergi-pulang yang harus gue keluarin kalau semisal bakal pergi nonton.
Gue ngeluarin hape yang sedaritadi gue simpan di dalam tas. Mata gue tertuju pada benda bulat berwarna merah yang menempel di sebelah pojok kanan atas hape. Gue seperti mendapat ide terkait benda yang menempel di bagian belakang hape gue. “Ini dia yang gue butuhin!”
Selesai kelas gue dengan yang lainnya pergi ke sebuah tempat makan yang letaknya tak jauh dari kost. “Pergi sekarang atau enggak, ya?” kata gue seperti kepada diri sendiri.
“Ntar malem aja biar bareng kita-kita,” saran Aldo.
“Emang ntar malem kalian nonton?”
“Belum tahu. Kayaknya nonton.”
Gue menimbang-nimbang lagi. Sementara di luar sudah mulai gerimis. “Yaudah, deh. Ntar malem aja.”
Baca Juga: Nonton Film Drama
Gue baring-baring manja di atas ranjang yang nyaman. Pikiran gue melayang kemana-mana. Gue segera keluar dari kamar untuk memantau keadaan langit di luar. Mencoba memprediksi siang ini bakalan turun hujan atau tidak. Setelah yakin dan percaya bahwa tidak akan turun hujan, gue bersiap memulai perjalanan.
Ojek yang gue pesan berhenti di depan sebuah minimarket di sebelah kampus. “Pak Suripto, ya?” tanya gue memastikan.
“Iya,” jawabnya.
Gue langsung naik ke atas kendaraan roda dua itu.
“Plaza Senayan ya, mas?” tanyanya.
“Betul.”
Tak sampai tiga puluh menit gue sudah sampai di depan sebuah mall yang ada di bilangan Senayan. “Makasih ya, pak,” ucap gue sambil berlalu meninggalkannya.
Gue nggak mau buang-buang waktu. Langsung saja gue menuju lantai lima mall tersebut untuk memesan tiket nonton terlebih dahulu. Sesampainya di lantai lima, gue terheran-heran dengan jadwal yang tertera di layar monitor. Karena bingung, gue menghampiri petugas tiket yang sedaritadi melihat ke arah gue terus sejak gue masuk ke dalam areal bioskop. “Ini jadwalnya beneran jam tujuh malem, mbak?” tanya gue.
“Iya, mas. Untuk film Split tayangnya jam tujuh nanti.”
Gue agak kecewa mendengarnya. Saat itu waktu masih menunjukkan pukul 13.24 siang yang mana artinya gue kecepetan perginya. “Yaudah, makasih, mbak.”
Gue keluar dengan perasaan yang bercampur aduk. Antara kecewa sama malu. Gue pikir filmnya bakal tayang di jam yang sama dengan bioskop lain. Ternyata di sini jadwal tayangnya berbeda dari yang lain.
Saat itu gue berencana akan melanjutkan ke Gandaria City. Gue cek, ongkos buat pergi ke sananya sekitar tujuh ribu. Lebih mahal dua ribu daripada ke sini. Gue melihat mall di seberangnya. Yaudah, deh, kayaknya memang harus ngeluarin uang tunai, pikir gue.
Baca Juga: Bertransformasi Menjadi Anak Kost
Gue nyeberang ke jalan besar. Sama seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya, angin bertiup dengan kencang sewaktu gue menyeberangi jalan. Sampailah gue dengan selamat di Senayan City yang lokasinya persis di seberang Plaza Senayan.
Kejadian sebelumnya tak akan terulang lagi. Kali ini gue sudah memastikan dengan benar bahwa film yang pengin gue tonton di tayangkan pada siang itu juga. “Split ya, mbak,” kata gue pada petugas tiket.
“Apa?” katanya seperti tak mendengar apa yang gue ucapin.
Kemudian gue teringat pada iklan permen Split yang selalu tayang setiap minggu pagi di RCTI. Tambah lagi gue orangnya cadel. Jangan-jangan dia ngira gue pengin ngomong Sprite, tapi versi berkaratnya. “Split, mbak. Film Split.” Kata gue.
“Oh,” respondnya. “Mau yang jam berapa?”
Gue melihat ke layer monitor. Memilih jam tayang terdekat karena gue sedang tidak ingin nongkrong. “Jam dua aja, mbak.”
“Oke. Totalnya empat puluh ribu rupiah,” katanya.
Gue meletakkan hape di atas meja kasir karena ingin meraih dompet yang ada di saku belakang. “Bayar pake ini aja, mas.”
“OH! Iya!” kata gue. Gue hampir mengira metode pembayarannya mesti secara debit atau tunai. Ternyata, ada metode lain yang bisa gue pilih.
Dengan sisa saldo yang ada di dalam Tcash Tap, gue tetap bisa nonton bioskop di akhir bulan. Keren nggak, tuh, saat yang lainnya harus menunggu datangnya awal bulan, gue tetep bisa eksis dengan film yang mau gue tonton meski di akhir bulan. Kalau saja nggak ada Tcash Tap beserta saldo di dalamnya, mungkin hari itu gue nggak pergi nonton sama sekali. Nggak bisa eksis dengan tiket nonton yang sengaja gue fotoin sebelum masuk theater.
Tiketnya kok cuma satu?
Ya, sebab gue nontonnya sendiri. Bukan berdua. Kalau berdua, ya, tiketnya dua.
Namanya anak kost. Harus pinter-pinter berhemat. Kalau lagi berhemat tapi kebelet pengin sesuatu, bersiaplah mencari promo. Yohohoho~\o/
mantab gan storynya , sama gan hobinya lihat bioskop :D
boleh tuh … wkwkwk
makin OK aja ya blog lo za,udah ada adsense wkwkwkwkk
mampir ke domain baru gue doziealvisyah.com
udah jadi anak kos aja ya lo sekarang? emang masa masa perang terjadi saat akhir bulan lah,gue pun mengalami