Selasa, November 26, 2024
HomeDaily LifePengalaman Pertama Jadi Panitia

Pengalaman Pertama Jadi Panitia

on

Sesuai judulnya, kali ini gue mau sedikit cerita tentang pengalaman pertama gue ketika jadi panitia dalam sebuah acara. Sebagai informasi, gue sama sekali belum punya pengalaman dalam hal mengatur acara, tentu kebayang dong bagaimana jadinya ketika seseorang yang belum punya pengalaman seperti gue dihadapkan pada tugas seperti ini?

Sedikit cerita, waktu itu kami sama sekali nggak berharap ini akan jadi acara yang besar. Ide ini berawal dari adanya usulan untuk bikin meetup atau kopdar sesama calon maba Binus supaya bisa saling mengenal satu sama lain. Tentu, banyak yang setuju dengan usulan tersebut. Termasuk gue. Namun, teman gue, Ferry dan Irwan, berinisiatif membuat meetup-nya lebih dari sekedar kenalan-ngobrol-pulang.

Setelah cukup yakin, tidak butuh waktu lama untuk membentuk panitianya.

Rencana yang kami susun mendapat tanggapan positif. Namun pada saat yang bersamaan pula, gue menemukan kendala.

“Per, yang ikut banyak nih.” Kata gue ke Ferry.

“Berapa orang yang ikut, Jak?” tanyanya.

“Sekitar 70an. Mungkin bisa lebih karena batas pengisian formnya masih dua minggu lagi.”

“Bagus!”

“Gue jadi kepikiran. Gimana caranya ngehandle orang sebanyak itu? Jujur, gue nggak sanggup menghandle orang banyak.” Terang gue.

“Iyasih, gue juga takut nanti acaranya jadi kacau karena nggak bisa ngehandle mereka, Jak.” Oke, sekarang ada dua orang yang lagi kebingungan soal gimana mengatur orang sebanyak itu supaya mau mengikuti rundown yang sudah di buat. Disatu sisi gue juga lega, sebab gue nggak sendirian.

“Per?”

“Iya?”

“Gimana kalau kita minta bantuan Ko Chan aja?”

“Caranya?”

Pertanyaan Ferry semakin membuat gue bingung. Belum selesai satu, sekarang udah nambah satu masalah lagi: gimana caranya kami meminta bantuan Ko Chan sementara kami tidak begitu dekat dengannya?

“Em, gimana kalau kita minta tolong sama dia aja?” ujar gue.

“Nah! Boleh juga tuh, Jak!” seru Ferry.

“Gue coba dulu, ya. Mudah-mudahan dia mau.”

——

Seperti biasa, gue selalu mengawali pagi hari dengan mengusir gangguan alarm yang suaranya sudah mungusik tidur gue sejak sepuluh menit yang lalu. Gue akui secara sengaja memang menyetel alarm tersebut untuk menyala setiap jam 8 pagi biar hari itu bangunnya nggak kesiangan.

Suara-suara kembali mengusik tidur gue. Gue yakin udah mengatur alarm tersebut supaya tidak berbunyi lagi. Gue memberi komando ke anggota tubuh agar segera bangun dari tidur. Gue memicingkan mata, memperhatikan sekitar, ternyata suara itu berasal dari hape gue sendiri. Kali ini bukan alarm, melainkan panggilan masuk. “Halo?”

“Halo, sudah bangun, Bang?” tanya seseorang di seberang.

“Belum, Ma.” Jawab gue masih setengah sadar.

“Makannya jangan sampai telat. Jangan lupa makan buah. Jangan lupa minum susu dan…” belum sempat menyudahi kalimatnya, gue langsung memotong.

“Iya ma, iya,” potong gue yang kini lebih mirip seperti anak kurang ajar. Panggilan tersebut berakhir dengan gue di minta lebih pandai menghemat pengeluaran. Yeah, gue akui kalau waktu itu gue lumayan boros. Sisi boros gue telah berhasil memancing nyokap gue untuk mengeluarkan ultimatum pertamanya.

Kalau saja hari ini nggak ada janji, dan nyokap nggak menganggu dengan cara menelepon gue cuma sekedar ngingetin makan, mungkin gue masih bisa melanjutkan study S3 di Oxford. “Dasar alarm kampret!” omel gue yang sebenarnya “cari aman” dengan menyalahi alarm karena nggak berani ngomelin Ibu Negara.

 ***

“Gue langsung mulai aja, ya?” kata seseorang yang sudah berdiri di depan kami.

Atmosfer di ruangan tersebut seketika berubah ketika Ko Chandra mulai berdiri di depan untuk menjelaskan kembali detail dan pembagian tugas untuk acara besok. Detailnya pun tidak berbeda jauh dengan rapat sebelumnya, hanya saja ada sedikit perubahan karena ada beberapa hal yang tidak mendapat persetujuan dari pihak internal.

“Akan ada dua orang yang di tugaskan sebagai pagar ayu.” Kata Ko Chan di depan. “Dan dua orang itu Cendy sama Sheren. Kalian berdua yang akan bertugas di bagian registrasi. Gue akan sediakan dua laptop untuk kalian berdua.”

“Lalu akan ada dua orang yang tugasnya menanganin seminar. Dua orang itu adalah Alvin sama Caca. Saat seminar, kalian akan berkeliling sambil membawa mic dan memancing supaya peserta yang hadir mau bertanya. Kalian berdua tolong saling kerjasama dan aktif saat acara.”

Alvin dan Caca mengangguk.

“Selanjutnya makanan. Yang akan mengisi posisi ini adalah Corn, Jessica dan Gege. Tugas kalian menanganin makanan dan minuman. Saat makanan sampai, kalian akan mengangkat makanan itu ke lantai tiga. Selain itu, kalian harus saling koordinasi dengan petugas ISS untuk menjaga kebersihan tempat.”

Setelah jobdesk selesai dibagikan, ada jeda untuk istirahat.

Hasil Rapat sumber: doc. pribadi
Hasil Rapat
sumber: doc. pribadi

“Kita dapet souvenir nggak, ko?” tanya kami dengan nada iseng di sela-sela istirahat.

Ko Chan lagi sibuk dengan laptopnya ketika kami menanyakan hal tersebut.

“Tunggu sebentar,” balas dia walau sedikit terlambat memberikan respond. Setelah menyelesaikan urusannya, dia meninggalkan kami di dalam ruang kaca yang suhu ruangnya mulai terasa dingin.

Tak lama kemudian Ko Chandra kembali sambil membawa sesuatu yang cukup membuat seisi ruangan menjadi heboh. Setelah tidak ada yang ingin bertanya lagi dan benda yang ada di tangannya sudah dibagiin, rapat di nyatakan selesai.

“Ada yang lapar?” tanya Ko Chandra setelah selesai rapat.

“Aku ko!” seru kami dengan antusias.

“Yuk, makan!” ajak Ko Chan. Lalu di susul sorak-soraian dari kami.

Tak bisa dipungkirin lagi, rapat barusan cukup menguras tenaga. Ditambah dengan pendingin ruangan yang benar-benar di atur dengan suhu yang kurang pas, membuat tubuh berusaha memaksimalkan pembakaran supaya suhu tubuh tetap terjaga.

***

“Ko, gue pindah ke bagian registrasi. Boleh, ya?” bujuk gue.

Permintaan gue yang terbilang cukup dadakan itu membuat kaget Ko Chan. “Loh, ada apa? Kan sudah ada Cendy sama Sheren yang jaga bagian regis?” jawab ko Chan spontan.

“Iya ko, tapi kalau gue nanganin campus tour rasanya agak berat, ko. Gue takut nyusahin.” Kata gue dengan sejujurnya. “Ehm, kaki gue lagi sakit, ko. Susah di bawa berjalan. Untuk bisa sampai sini gue di gendong sama Tedy.”

“Iya ko, kaki dia lagi sakit.” Tedy membenarkan.

“Oke, gapapa, lu jaga bagian regis.”

“Makasih, ko.”

“Oke, sama-sama.” Kata Ko Chan. “Yang merasa laki-laki tolong bantu angkat ini ke Exhibition Hall.”

Dan sekarang tinggal hitungan jam sebelum acara di mulai. Sementara yang lainnya lagi ngangkatin minuman ke lantai atas, gue istirahat di admisi dengan dikelilingin para bidadari.

Jangan tanya gue yang mana. sumber: doc. pribadi
Jangan tanya gue yang mana.
sumber: doc. pribadi

Berbagai persiapan untuk acara hari ini mulai di lakukan. Mulai dari mic, jumlah bangku, laptop dan lain-lain.

Bagian Registrasi sumber: doc. pribadi
Bagian Registrasi
sumber: doc. pribadi

“Yah, hujan.” Kata gue melirik ke luar kaca.

“Iya…” sambung seseorang di sebelah gue.

“Padahal sudah jam segini. Kok belum ada yang dateng, ya?”

“Mungkin ada yang sedang dalam perjalanan,” balas Andre.

“Mungkin. Kayaknya yang dateng sedikit, deh.”

“Mungkin, Jak. Tapi kita harus optimis kalau yang dateng bakal banyak!” Andre menyemangati.

“Well, semoga saja begitu.”

Tak lama setelah ngobrol-ngobrol dengan Andre, muncul beberapa anak dari arah gedung lama. “Oya, itu ada yang datang.”

“Siap-siap,” Ferry mengingatkan.

Sementara yang lain bersiap, gue memikirkan berbagai macam skenario yang mungkin saja  terjadi ketika gue menggunakan bentuk sapaan dan kalimat yang menjadi pilihan gue saat berinteraksi dengan mereka. Dari segala macam bentuk percakapan yang ada, entah kenapa yang terbayangkan saat itu interaksi antara teller bank dengan nasabah. Yeah, itu terlalu formal untuk gue gunakan.

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” sapa gue pertama kali.

“Iya ko, jadi aku dapat undangan untuk hadir di acara Fun Meetup ini. Ini undangannya,” kata pria yang ingin melakukan registrasi tersebut sambil menunjukkan undangan yang dikirimkan via e-mail.

Baca Juga: Meetup Nggak Tau Malu

“Oke, nama kamu siapa?” tanya gue. Pria tersebut menyebutkan namanya, dengan sigap gue mengetik namanya di laptop yang telah disediakan Ko Chan. “Benar ini nama kamu?” tanya gue.

“Betul, ko.” Balas dia.

“Oke, silahkan mengisi tempat duduk yang ada di sana, ya,” tunjuk gue ke arah bangku yang di sediakan.

“Isi yang paling depan dulu, ya!” tambah Andre.

Pria itu menoleh sebentar, lalu mengangguk.

Waktu terus berjalan hingga bangku-bangku kosong mulai terisi penuh.

pengalaman-pertama-jadi-panitia-5
sumber: doc. pribadi

Masuk ke sesi games, gue ninggalin meja registrasi dan berbaur dengan yang lain. Ada dua jenis games yang di bawakan saat itu. Sesi pertama ada game detektif dimana masing-masing kelompok harus memecahkan sebuah kasus.

sumber: doc. pribadi
sumber: doc. pribadi

Sesi pertama di menangkan oleh tim kami. Karena berhasil memecahkan kasus pertama, tim kami di minta untuk duduk di paling depan, menghadap ke peserta lain.

Masih dengan jenis game yang sama, kasus ke dua terjawab oleh tim Andre. Sama seperti tim kami, tim Andre di suruh maju ke depan.

“Btw game TTS-nya kok nggak di mainin ya, Ren?” tanya gue ke Sheren.

Sheren menanyakan hal yang sama.

Baca Juga: Dikeroyok Anak Lampung

“Oke, kita masih punya satu game lagi. Kali ini gamenya jauh lebih sulit dibanding yang sebelumnya. Siapapun yang paling banyak menemukan ‘kata’ rahasia di dalamnya, maka ialah yang jadi pemenangnya dan akan mendapatkan hadiah.” Kata Ko Mawan.

Kertas-kertas itu diberikan ke masing-masing kelompok. “Guys, waktu yang kita berikan satu menit, ya.” Ucap Ko Mawan. “Tunggu aba-aba dari gue. Kalau gue bilang ‘Satu… dua… mulai!’, kalian langsung cari kata di dalamnya.”

Semuanya mengangguk tanda mengerti.

“Satu… dua… mulai!”

***

“Eh, sini, ayuk makan!” tawar seseorang dari seberang sana.

“Yuk, Jak.” Kata Tedy memberikan signal ke gue supaya bersiap untuk melingkarkan kedua tangan gue ke pundaknya. Selama acara gue cukup banyak merepotkan orang-orang di sekitar karena tidak mampuan gue untuk berjalan sendiri. Saat penentuan tim pada sesi game misalnya. Untuk bisa bergabung dengan Sheren dan rekan tim, gue di gendong dengan Ko Chandra. Lalu ketika tim kami di suruh maju ke depan gue juga di gendong oleh seseorang. Dan selesai acara pun gue masih saja merepotkan orang-orang di sekitar. Terutama Tedy.

Tedy menurunkan gue dengan hati-hati. “Makasih ya, Ted.”

“Santai, Jak.” Balas Tedy.

Setelah acara selesai, ada sesi makan bersama dengan seluruh panitia dan teman-teman dari tim event Binus. Budget makan yang harusnya terbatas (sebagaimana yang telah di sampaikan saat rapat), ternyata masih menyisahkan banyak makanan. Sehabis makan, ada evaluasi sebentar.

“Bagaimana pun juga, kerja kalian hari ini cukup bagus, guys.” Puji Ko Chan dan teman-teman dari tim events saat evaluasi. Disusul dengan tepuk tangan yang cukup meriah.

Jadi begitulah ceritanya. Sebuah kehormatan besar bagi gue karena berkesempatan kerjasama dengan tim Event. Untuk saat ini, inilah pencapaian terbesar dalam hidup gue . Keluar dari zona nyaman itu susah, men. Dan sekarang gue berhasil keluar dari zona nyaman gue selama ini dimana gue nyaman menjadi orang yang passive. Jadi orang yang passive mungkin menyenangkan. Tapi jadi orang active jauh lebih menyenangkan lagi.

Mungkin gue belum sepenuhnya keluar. Tapi selalu ada jalan selama mau mencoba.

“Oya,” sela Ko Chan. “Kalian semua koko ajak untuk jadi panitia Globalicious tanggal 3 September nanti!”

Ini souvenir yang gue bicarakan di atas. Ya, lumayan lah bisa dapet nametag sebagus ini :)

sumber: doc. pribadi
sumber: doc. pribadi

Pengalaman berikutnya bakal gue ceritain di post selanjutnya. :)

Previous Article
Next Article
Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

9 KOMENTAR

  1. Hahah Kadang ada kebanggaan tersendiri ya mas walau cuma dapet nametag doang!,… sukses deh buat acaranya!…
    Dulu aku juga gak terbiasa dengan sesuatu yang bernama panaitia. seiring berjalanya waktu panitia bukanlah hal yang biasa tapi luar biasa…

  2. Sebenernya jadi panitia itu seru kok, bisa bikin ketagihan. Saya selama kuliah di China, setiap kali ada event, selalu melamar jadi panitia. Lebih seru jadi panitia daripada jadi peserta hehehe

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Reza Andrian
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca