Kamis, Maret 28, 2024
HomeDaily LifePengalaman Perawatan Gigi

Pengalaman Perawatan Gigi

on

Hi semuanya! Apa kabar? Semoga kita semua dalam keadaan baik-baik aja. Pada postingan kali ini, gue ingin membagikan pengalaman perawatan gigi yang belakang sedang rutin gue lakukan. Penasaran? Baik, begini ceritanya…

Cerita ini bermula saat gue sedang membaca artikel tentang kesehatan mulut dan gigi. Artikel tersebut mengantakan, bahwa gigi berlubang dapat mennyebabkan bau mulut dan juga penyakit lainnya. Merasa punya masalah gigi berlubang, gue berinisiatif untuk melakukan perawatan gigi. Mumpung lagi ada asuransi yang bisa dimanfaatkan, pikir gue.

Gue menemukan setidaknya ada 4 lubang yang terlihat pada gigi gue. Yang pertama lubang pada gigi depan, lubang pada gigi geraham sebelah kiri, dan dua lubang pada gigi sebelah kanan. Mengetahui ada 4 lubang, gue mulai mencari informasi seputar biaya untuk penambalan gigi.

Tak hanya itu, gue juga mencari informasi biaya untuk pencabutan gigi. Karena nampaknya ada satu gigi yang tidak bisa diselamatkan jalur tambal. Dikatakan tidak bisa diselamatkan, sebab gigi tersebut sepertinya sudah mati. Itu adalah gigi geraham sebelah kiri. Gigi tersebut sudah berlubang cukup besar sejak gue SD.

Dokter gigi yang dulu pernah menangani, menyarankan untuk dicabut saja. Namun, resikonya, setelah proses pencabutan tersebut, gigi geraham gue tidak akan tumbuh lagi karena gue sudah mulai menginjak usia remaja saat itu.

Sebagai anak remaja yang perjalanannya masih sangat panjang, gue memutuskan untuk membiarkannya tetap seperti itu. Tidak dicabut, apalagi ditambal karena gigi tersebut lubangnya sudah cukup besar.

Gue baru memiliki keberanian dan juga niat untuk mencabut gigi tersebut, tepat saat gue membaca artikel kesehatan mulut itu. Ya, sebagai orang yang cukup sering berhadapan dengan client, akan sangat memalukan jika gue memiliki masalah bau mulut.

Baca Juga: Jadi Anak StartUp

Karena ingin melakukan perawatan gigi, gue langsung menghubungi tim HR untuk menanyakan apakah asuransi kesehatan kantor saat ini dapat mengcover perawatan gigi.

Untungnya, asuransi kantor dapat mengcover tindakan perawatan dasar. Mulai dari pencabutan, penambalan, perawatan saluran akar, dan sebagainya. Sehingga keinginan gue untuk melakukan perawatan gigi dapat terwujud.

Setelah tau tindakan apa yang dibutuhkan, gue langsung menghubungi klinik tempat gue akan melakukan perawatan. Karena klinik tersebut tidak bekerja sama dengan asuransi kantor, jadi gue harus mengeluarkan sejumlah uang untuk tindakan yang akan dilakukan.

Uang yang gue keluarkan untuk perawatan tersebut, nantinya akan digantikan oleh pihak asuransi dengan cara mengajukan claim reimbursement. Untuk pengajuan reimbursement sendiri, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Seperti formulir, nota pembayaran, bukti pembayaran, dan sebagainya.

Meskipun nantinya akan diganti, gue pikir kurang bijak jika beranggapan bahwa semuanya baik-baik saja. Biaya perawatan gigi itu mahal. Sementara proses reimbursement itu memakan waktu. Alangkah lucunya gue melakukan perawatan, namun pada akhirnya gue harus makan nasi kecap sampai reimbursementnya disetujui. Jadi, menanyakan biaya dan metode pembayaran yang tersedia merupakan cara yang paling tepat sebelum membuat janji untuk bertemu dokter.

“Perkiraan biaya untuk penambalan gigi sekitar 400.000-825.000 ribu tergantung kondisi dan volume lubang pada gigi. Lalu ada biaya tambahan sebesar 85.000 untuk administrasi dan pakaian keamanan.” Balas admin klinik.

Pertanyaan terkait biaya sudah terjawab. Karena biaya tersebut masih dalam batas kesanggupan gue, gue setuju untuk dijadwalkan bertemu dengan dokter.

Pada hari H, gue berangkat 30 menit lebih awal dari perjanjian. Setibanya di klinik, gue diminta untuk mengisi data diri karena ini merupakan kali pertamanya gue mengunjungi klinik tersebut. Setelah mengisi data diri, tak lama gue diberi semacam baju pelindung dan dipersilakan untuk masuk ke dalam ruangan dokter.

Oh iya, ketika itu gue punya keinginan untuk menambal gigi bagian depan. Ada dua alasan mengapa gue ingin menambal gigi bagian depan terlebih dahulu:

  1. Setelah makan, terkadang biji cabe atau makanan suka nyangkut di lubang tersebut. Akan sangat merepotkan jika ada makanan yang nyangkut, sementara gue tidak bisa membersihkannya karena sedang tidak ada cermin.
  2. Ketika tersenyum atau tertawa, gigi yang paling terlihat adalah gigi depan. Tidak lucu rasanya jika orang lain melihat gigi depan gue berlubang.

Keinginan untuk menambal gigi bagian depan ini sebenarnya sudah ada dari beberapa tahun sebelumnya. Namun, karena sedang pandemi, keinginan tersebut terpaksa ditunda.

Kembali ke ruangan dokter. Sebelum tindakan, gue memberitahu dokternya gigi mana yang ingin gue tambal pada kunjungan tersebut. Dokter melakukan pemeriksaan pada gigi yang gue tunjuk.

“Kalau nanti gigi kamu terasa ngilu pada saat proses pembersihan, kemungkinan kita akan melakukan Perawatan Saluran Akar Gigi. Tapi kalau pada proses pembersihannya nanti nggak ngilu, kita bisa lakukan tindakan tambal permanen. Untuk Perawatan Saluran Akar Gigi sendiri kemungkinan membutuhkan 2-3x kunjungan. Kamu oke dengan ini?” tanya dokternya.

Saat mendengar kemungkinan tersebut, gue langsung membatalkan rencana untuk menambal gigi bagian depan karena kemungkinan biaya yang ditimbulkan bisa lebih besar dari perkiraan awal. Selain itu, gigi depan gue rupanya tidak hanya 1 saja yang berlubang, melainkan ada 2.

Sebagai gantinya, gue meminta gigi geraham sebelah kanan saja yang ditambal. Karena sama-sama tindakan tambal gigi, gue rasa dokternya tidak akan keberatan dengan keputusan gue.

Butuh waktu setengah jam untuk melakukan penambalan pada gigi geraham sebelah kanan. Setelah melihat hasilnya, jujur gue merasa puas karena tambalannya sangat rapi, mulus dan tidak terlihat seperti gigi yang ditambal karena warnanya percis seperti warna asli. Lalu gue bertanya kepada dokter, “Ini tambal sementara ya, dok?” tanya gue, memastikan, karena dari pengalaman tambal gigi sebelumnya, gue harus beberapa kali mengunjungi dokter gigi karena tambalnya sementara.

“Iya, itu tambal permanen langsung.”

“Boleh bantu isi formulir reimbursement ini, dok?” tanya gue, sambil menyerahkan selembar formulir reimbursement untuk diajukan kepada pihak asuransi nanti.

“Boleh. Nanti bisa ambil di luar aja, ya.” Katanya.

Gue berjalan ke bagian administrasi, mempersiapkan diri untuk mendengarkan besaran biaya yang timbul dari proses tambal gigi barusan. Setelah menunggu selama lebih kurang 10 menit, petugas di bagian administrasi memanggil nama gue dan menjelaskan bahwa formulir reimbursement yang gue minta sudah diisi. “Mau diamplop-in enggak, kak?” tanyanya.

“Boleh,” kata gue, sambil menunjukkan gestur siap untuk melakukan pembayaran.

“Ini ya kak amplop dan formulirnya. Untuk total biayanya sembilan ratus sepuluh ribu. Untuk pembayarannya kita hanya menerima non tunai saja.”

Sebelum membuat janji temu, pasien diberitahu bahwa klinik tersebut tidak menerima pembayaran dalam bentuk uang tunai. Gue segera mengeluarkan kartu kredit untuk mencegah keluarnya uang cash dalam jumlah besar. Lalu menyerahkannya kepada petugas administrasi.

Setelah pembayaran berhasil dilakukan, lalu gue mengubah transaksi tersebut menjadi cicilan. Ya, hal ini sengaja gue lakukan untuk meringankan pengeluaran di bulan tersebut. Dari sembilan ratus sepuluh ribu, gue ubah menjadi cicilan 3 bulan sehingga per bulannya gue perlu membayar sebesar 303.333 rupiah.

Gue rasa itu cukup adil. Karena totalnya sama seperti bayar lunas. Yang membedakan hanya durasi pelunasannya saja. Lagipula, cara ini jauh lebih ramah di kantong dibanding bayar lunas secara langsung.

Berhasil menambal satu gigi, gue berniat untuk melakukan perawatan lagi. Namun, perawatan selanjutnya dilakukan di rumah sakit rekanan supaya bisa cashless.

***

Seminggu setelah melakukan penambalan gigi, gue berusaha membuat janji temu dengan dokter spesialis gigi di salah satu rumah sakit Jakarta Barat. Tindakan yang ingin gue lakukan kali ini adalah… pecabutan gigi.

Untuk melakukan tindakan ini, gue mengumpulkan keberanian selama lebih kurang 10 tahun karena gue sangat takut dengan bius di daerah mulut. Dalam benak gue, bius untuk pencabutan gigi itu dilakukan menggunakan jarum suntik yang ditusukkan ke gusi.

Membayangkannya saja, sudah membuat bulu kuduk meremang. Ketakutan akan hal itulah yang juga menjadi penghalang gue untuk melakukan tindakan pencabutan gigi pada masa remaja dulu. Selain karena alasan giginya tidak tumbuh lagi.

Selain sudah memiliki keberanian, alasan gue berniat untuk melakukan tindakan tersebut karena gigi gue memang sudah seharusnya dicabut. Sebab gigi tersebut sudah “mati” sama sekali. Selain itu, gue khawatir gigi mati tersebut akan menimbulkan bau mulut dan masalah kesehatan lainnya yang tidak gue sadari.

Setelah membuat janji temu, di hari yang sudah ditentukan, gue mengunjungi rumah sakit dan bertemu dengan dokternya. Dalam pertemuan tersebut, gue menyampaikan soal keinginan gue untuk melakukan pencabutan gigi.

“Kalau cabut gigi, itu sama dokter spesialis bedah mulut, Mas. Kalau sama saya, itu untuk jenis gigi yang masih bisa diselamatkan seperti ditambal, perawatan saluran akar gigi, dan semacamnya. Aku rujuk ke dokter spesialis bedah mulut aja, ya?” tawar Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi.

“Oh kalau sama dokter nggak bisa cabut ya? Kebetulan ada gigi yang sebenarnya mau saya tambal. Yang mau ditambal itu gigi yang ini,” kata gue sambil menunjukkan gigi depan yang tidak jadi ditambal di klinik sebelumnya karen khawatir menimbulkan biaya yang besar.

Dalam pemeriksaan tersebut, sang dokter memberitahukan bahwa gigi depan gue yang berlubang, bisa dilakukan penambalan tanpa melalui proses PSA. Rasanya sungguh lega karena gue bisa segera melakukan tindakan tambal gigi.

Butuh waktu selama hampir 1 jam untuk melakukan penambalan untuk dua gigi depan gue. Setelah proses penambalan tersebut, gue merasa senang karena gue sudah menyelesaikan masalah gigi berlubang. Sekarang, yang tersisa hanya gigi mati saja.

Untuk masalah gigi yang ingin dicabut, harus ditangani langsung oleh dokter spesialis bedah mulut.

Jujur saja, gue baru tau bahwa setiap tindakan itu harus ditangani oleh dokter gigi yang berbeda. Awalnya, gue mengira bahwa dokter gigi itu bisa menyelesaikan semua masalah gigi: mulai dari penambalan, pencabutan, dan sebagainya. Rupanya, beda kasus, beda juga dokter yang menanganinya. Untuk yang belum tau perbedaannya apa, bisa dibaca di sini.

Karena perawatan ini, gue jadi mengerti perbedaan dokter gigi.

“Besok ke sini lagi ya. Tadi namamu udah didaftarin buat ketemu sama dokter spesialis bedah mulut.” Kata asisten dokter. “Sebelum pulang, kamu ke rontgen mulut dulu, ya,” Tambahnya, sambil menyerahkan beberapa lembar kertas.

Setelah proses penambalan tersebut, gue berjalan ke luar dari ruangan dokter dan segera menuju ruang radiologi untuk di rontgen mulut. Untuk rontgen mulut sendiri, biayanya sekitar dua ratus tujuh puluh ribu dan masih dicover oleh asuransi. Sehingga gue tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun dalam kunjungan tersebut.  

Esok harinya, gue kembali mengunjungi rumah sakit tersebut untuk memenuhi janji temu dengan dokter spesialis bedah mulut. Satu hal yang gue senang dari kunjungan tersebut, dokternya sangat ramah dan murah senyum. Pada saat tindakan, dokternya juga menutup penglihatan gue dengan semacam kain warna putih. Mungkin, dia sengaja melakukan ini supaya bisa bekerja dengan lebih fokus. Mungkin juga untuk membuat pasien lebih nyaman karena tidak melihat jarum biusnya.

Tindakan tersebut terbilang cukup singkat. Rasanya tidak sampai sepuluh menit, gigi gue sudah tercabut. “Makannya setelah dua jam ya. Kemarin dokternya ada kasih obat nggak?” tanya dokter bedah mulut.

“Ada, dok. Obatnya ini,” kata gue sambil menunjukkan kedua obat yang diberikan dokter sebelumnya. “Oh, udah ada antibiotik ya. Yaudah, hari ini saya resepkan obat pereda nyeri dulu. Kalau nggak nyeri, obatnya boleh dihentikan. Untuk antibiotiknya harus dihabiskan, ya.” Ujar dokter tersebut.

Gue mengangguk sebagai tanda mengerti. Dalam kunjungan tersebut, sebuah gigi mati di sebelah kiri sudah berhasil tercabut. Sekarang, tinggal satu gigi mati lagi yang ingin gue cabut. Tapi karena posisinya ada di sebelah kanan, gue minta dijadwalkan untuk pencabutan di kunjungan selanjutnya karena akan sangat menyiksa jika dalam satu kali tindakan tersebut langsung cabut dua gigi.

Ya, mengingat posisinya ada di sebelah kiri dan kanan, jika kedua gigi tersebut dicabut, akan sangat sulit bagi gue untuk mengunyah secara normal. Belum lagi dengan rasa sakit yang ditimbulkan setelah obat biusnya hilang.

Dokter setuju dengan ide tersebut dan menjadwalkan untuk bertemu lagi di minggu depan, di hari yang sama.

Bagaimana rasanya cabut gigi? Rasanya… biasa saja. Tidak sakit, tidak juga semengerikan yang dibayangkan. Perihnya hanya saat dibius saja. Dan untuk biusnya sendiri, ternyata tidak menggunakan jarum suntik seperti yang gue bayangkan. Melainkan menggunakan alat berbentuk seperti pena yang diujungnya terdapat semacam tombol yang dapat dipencet.

Untuk biaya sendiri, dalam tindakan cabut gigi tersebut totalnya 1,2jt. Karena menggunakan asuransi, jadi gue tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Ini tentunya menjadi pelajaran buat gue ke depannya agar bisa merawat dan menjaga gigi. Sebab biaya untuk perawatan gigi itu tidaklah murah, kawan.

Gue sangat beruntung karena kantor memberikan benefit asuransi swasta kepada semua karyawan. Andai tidak diberikan benefit asuransi, mungkin gue belum terpikir untuk melakukan perawatan gigi.

Itu dia pengalaman gue dalam melakukan perawatan gigi. Kalian punya cerita menarik saat melakukan perawatan gigi? Yuk, share di kolom komentar!

Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Reza Andrian
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca