Tahun ini, lebaran rasanya berbeda. Saking tidak biasanya, bisa digambarkan seperti seorang ibu yang melihat anaknya tiba-tiba rajin menyapu rumah. Kemudian ibu itu akan berkata, “TUMBEEEEN.”
Hal yang tidak biasa itu gue temukan untuk pertama kalinya ketika mengunjungi rumah tetangga. Kemudian gue temukan juga ketika berkunjung ke rumah teman dan saudara pada lebaran tahun ini. Untungnya, gue bukan tipikal orang yang mudah tersinggung. Jadi gue menanggapinya dengan santai saja.
Jadi, yang membuat lebaran tahun ini sedikit berbeda dari tahun sebelumnya ialah pertanyaannya. Jika lebaran tahun sebelumnya ditanya “kapan lulus?” atau “kerja di mana?” pada lebaran tahun ini, gue menerima pertanyaan yang sepertinya cukup wajar ditanyakan untuk seumuran gue, “udah punya calon?”
Ya, pertanyaan ini tiba-tiba saja ditanyakan oleh tetangga sekaligus teman main PS dan warnet semasa gue remaja dulu. Gue bisa mengerti mengapa dia bertanya demikian dan menurut gue wajar karena kami sudah lama tidak bertemu dan mungkin saja dia tidak punya topik obrolan.
Sebelum merespon, gue berusaha memahami maksud pertanyaannya terlebih dahulu. Kebetulan, bulan ini dia akan melangsungkan pernikahan. Lalu usia dia juga sudah seperempat abad. Karena sudah tahu kondisi dan maksud pertanyaan dia, gue berusaha memberikan respon dengan santai, “belum. Mau fokus kerja dulu.”
“Yang penting cari duit dulu ya, Za. Kalau udah berduit, cewek mana pun pasti mau.” Timpal bapaknya teman gue.
Sebenarnya gue kurang setuju dengan kalimat “kalau sudah berduit, cewek mana pun pasti mau”. Sekalipun gue punya banyak uang, belum tentu perempuan yang gue taksir akan menyukai gue juga. Kenapa begitu? Karena yang gue taksir adalah seorang Han So Hee.
Sekalipun gue berduit, belum tentu seorang Han So Hee akan menyukai dan tergila-gila dengan gue. Belum tentu seorang Han So Hee mau menjadi mualaf karena ingin membangun rumah tangga dengan gue. Jadi, kalimat “kalau sudah berduit, cewek mana pun pasti mau” rasanya sudah tidak valid.
Gue berusaha mendengarkan dan menjawab semua pertanyaan dengan santai sambil terus mengunyah Pempek yang terhidang di depan karena gue tidak akan menemukan Pempek seenak ini di Jakarta.
Setelah bersilaturahmi dengan tetangga sekitar, gue kembali ke rumah dan berusaha merenungkan pertanyaan tersebut.
Pertanyaan tersebut sebenarnya bisa disikapi dengan dua cara, tergantung bagaimana cara gue memandang atau menangkap maksud pertanyaan tersebut. Gue pribadi memandang pertanyaan tersebut sebagai pertanyaan basa-basi atau sekadar ingin tahu saja tanpa bermaksud menyindir atau mendikte untuk segera mencari pasangan.
Gue mencoba untuk merenung. Bertanya kepada diri sendiri, apakah saat ini gue sudah membutuhkan sosok calon pendamping atau belum? Sebenarnya gue ada keinginan untuk memiliki pasangan. Akan tetapi, gue ragu apakah saat ini gue benar-benar membutuhkannya atau sekadar butuh tempat untuk bercerita.
Jika gue memang membutuhkannya, pertanyaan berikutnya adalah apakah gue siap untuk menerima segala resiko yang ditimbulkan dari hubungan tersebut?
Sedikit cerita, gue ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan S2. Dengan adanya pasangan, gue yakin ini bisa menjadi bahan bakar untuk mendongkrak nilai gue. Ini pernah gue alami ketika menempuh pendidikan di jenjang sebelumnya. Awalnya nilai IPK gue kurang memuaskan. Lalu, suatu hari, gue menemukan seorang wanita yang membuat gue merasakan yang namanya kasmaran.
Semenjak gue kenal lalu menjalin hubungan dengan dia, nilai IPK gue menunjukkan perkembangan. Puncaknya, gue lulus dengan nilai IPK yang bagus sebagai akibat dari memiliki hubungan dengan dia.
Akan tetapi, gue takut. Takut itu juga bisa menjadi boomerang buat gue jika hubungan gue nanti tidak berhasil. Gue khawatir, itu akan berdampak ke karir gue nantinya. Khawatir, itu akan berdampak ke nilai gue saat sedang dalam masa pendidikan.
Karena sedang dalam suasana lebaran, gue tidak ingin berpikir terlalu jauh dan merusak suasana lebaran. Pertanyaan-pertanyaan yang datang kepada gue pada momen lebaran tahun ini, berhasil gue respon dengan santai.
Setelah berusaha merenung, diputuskanlah bahwa gue tidak akan memaksakan diri untuk segera memiliki pasangan. Yang pasti, gue akan mempersiapkan diri untuk itu.
Begitulah cara gue menanggapi pertanyaan ketika bersilaturahmi di lebaran tahun ini. Tanggapan yang baik, memunculkan diskusi yang baik pula dan juga positif. Gue percaya ini tidak mudah untuk dilakukan karena membutuhkan usaha dan kesabaran yang cukup.
Semoga kita semua bisa lebih santai dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan tersebut~
berpikiran positif memang pentuing ya, tetapi kadang yang suka nyinir iu bikin hati kesel juga . Apalagi ada omomnga di belakang yang bikin nyesek di hati.