Nah, kemaren kan gue udah cerita soal pengalaman selama berobat di Jakarta. Gimana gimana? Dari cerita tersebut, menurut kalian pemeriksaan mana yang paling nyeremin? Kalo gue sih, jelas, MRI. Soalnya lama banget dan suaranya membuat telinga gue conge.
Kali ini, gue pengin bahas tentang liburan singkat di Jakarta. Dikatakan singkat karena liburnya nggak sampai seharian penuh. Bahkan setengah hari saja tidak cukup.
“Kalau udah jalan, kabarin, ya?” pesan seseorang di seberang.
“Siap.” Balas gue.
“Yok, kita pergi.” Kata gue ke nyokap. Sambil menenteng 2,5 L air seni dingin yang dilapisi dengan beberapa kantong asoy besar berwarna hitam untuk menyamarkan isinya. Malu coy, kalau diliatin nenteng air seni.
Baca Juga: Jangan Dekat Dekat
Kami berjalan jauh ke depan. Sekitar lebih kurang 300 m. Maklum saja, rumah kakaknya nyokap gue masuk ke dalam gang dan tempatnya nggak dilewati oleh kendaraan umum. Demi menghemat pengeluaran dan mewujudkan tekad: tidak menambah kemacetan di Jakarta, kami memilih kendaraan umum sebagai jembatan penghubung ke lokasi yang ingin kami tuju. “Pasar kebayoran ya, pak?” tanya gue.
“Iya, lewat pasar kebayoran.”
Kami masuk ke dalam angkot tersebut. Gue sih, nggak mikirin soal biaya, karena ada nyokap yang siap bayarin hehehe (dasar anak tidak tahu diri!). Setibanya di Pasar Kebayoran, kami berjalan lagi sekitar 200 meter untuk nyari angkot D 01. Sepanjang jalan mata kami di manjakan oleh pedagang yang menjual beraneka ragam jenis kebutuhan masyarakat.
“Gandaria City, ya, pak?” tanya gue.
“Iya mas.” Balas supir angkot tersebut. Kami langsung naik. Meski sudah di dalam angkot, kami masih bisa merasakan panasnya udara di Kota Jakarta. Badan gue basah oleh peluh. Untungnya sebelum berangkat gue udah ngolesin deodoran. Lumayan untuk menyamarkan bau tidak sedap yang berasal dari ketek. Kebayang gitu kan satu angkot pingsan gara-gara ada bau yang tidak sedap. Kondisi ini bisa diperparah apabila kantong plastik yang gue bawa itu bocor di tengah perjalanan. Satu angkot bisa mati.
Kami turun tepat di halte Iskandar Muda, tepat di depan mall Gandaria City. Kami menyeberangi jalanan Jakarta yang ganas. Di seberang sana ada tempat yang ingin kami samperin. Polusi dari asap kendaraan luntur begitu saja saat bertemu dengan udara sejuk dari mesin pendingin ruangan.
“Ini mas,” kata satpam, memberikan gue kertas kecil berisi tiga digit angka.
“Terima kasih.”
Gue langsung ngambil tempat duduk. Apa kabarnya kantong plastik yang gue bawa? Tenang, semuanya aman terkendali. Selama di perjalanan (terutama di dalam angkot) tidak tercium adanya bau pesing yang keluar dari kantong plastik berisi 2,5L air seni tersebut.
Hape gue berdering. Ada satu pesan masuk yang di kirim oleh teman gue.
“Baru mau keluar.” balas gue. Sialnya, di sana susah dapet signal. Kami nyeberang ke halte Iskandar Muda. Begitu di halte, hape gue berdering kembali.
“Oke, gue nyeberang ya.” Balasnya. “Gue udah di depan prodia.” Balas teman gue.
Kampret! Tau gitu mending nggak usah nyeberang! Maki gue. Diseberang sana, sudah ada seorang pria berkaos hitam menunggu. Pria di seberang sana melambaikan tangannya, memberi kode supaya kami menyeberang ke sana.
Baca Juga: Kamu Membuat Saya Kecewa
***
Kereta yang kami naiki dari stasiun Kebayoran berhenti di stasiun Tanah Abang. “Kok lama ya?” tanya gue, sambil melihat arloji.
“Biasanya nggak kayak gini,” balas temen gue, Reza.
Waktu kami banyak terbuang gara-gara keretanya berhenti. Sementara itu, gue di kejar oleh waktu karena rencananya malam ini harus berangkat ke Tangerang. Batere hape yang tinggal 70%-an lagi seolah tidak memberikan daya tarik untuk memainkannya.
Gue mencari-cari bahan obrolan biar suasana jadi cair. Setelah ketemu topik yang pas, kereta yang kami naiki mulai berjalan. “Kok keretanya balik ke arah Kebayoran sih? Bukannya tujuan kita selanjutnya ke stasiun Manggarai?” tanya gue yang memang nggak pernah naik kereta.
“Nggak, ini bukan ke arah Kebayoran. Jadi kereta itu punya beberapa jalur. Nah, kita ini seperti kembali ke Kebayoran, padahal enggak karena jalur keretanya di pindahin.”
“Oooo…” balas gue yang mulai paham.
Kereta yang kami naiki melewati beberapa stasiun sebelum akhirnya tiba di stasiun Manggarai. Turun di stasiun Manggarai, kami transit di kereta berikutnya dengan tujuan Kota. Menurut gue, naik kereta itu asik. Selain harganya yang murah, juga bisa mengurangi kemacetan di Jakarta. Kebayang gitu kan kalau semua warga Jakarta mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan memilih naik transportasi umum, pasti macetnya bakal berkurang.
Tapi transportasi umum juga harusnya di benahi supaya orang-orang lebih nyaman menggunakannya.
***
“Jadi mau ke mana dulu, nih?” tanya Reza, yang jadi pemandu kami.
“terserah elo aja deh, Za,” balas gue. Aneh memang, Reza manggil Reza. Tapi ini bukan kali pertamanya gue bertemu dan bergaul dengan orang yang namanya sama dengan nama gue. Teman sepermainan gue di kompleks juga ada yang namanya Reza. Lalu, di sekolah, gue juga pernah sekelas sama yang namanya Reza.
Reza, kawan sekaligus pemandu kami, mutusin untuk masuk ke Museum Bank Indonesia.
Di dalam Museum Bank Indonesia…
“Jak, kartu mahasiswa bawa, kan?” tanyanya ke gue.
“Iya, bawa.”
“Yaudah, keluarin gih.”
Gue nyerahin kartu mahasiswa ke petugas di loket. Petugas melihat kartu itu dengan seksama. Sementara itu, adik, nyokap sama Reza harus bayar tiket masuk. Untuk tiket masuknya sendiri sekitar 5 ribu perkepala. Yang asiknya dari Museum Bank Indonesia ini adalah, bagi yang membawa kartu pelajar atau kartu mahasiswa, tidak dikenakan biaya sedikit pun alias gratis masuk dengan cara menunjukkan kartu tanda pelajar atau kartu tanda mahasiswa. Sebelum menjelajahi isi museum, barang-barang di titipin dulu ya.
Lepas dari Museum Bank Indonesia, kami berjalan sedikit ke arah museum Fatahillah. Di sini lah icon kota tua yang sebenarnya.
Baca Juga: Hari Pertama di Jakarta
Ini bukan kali pertamanya gue ke kota tua. Dulu gue juga pernah ke kota tua. Namun sayangnya, waktu itu kami sampai di kota tuanya udah malam. Ditambah yang ngajakin ke Kota Tua nya itu masih baru di Jakarta. Baru satu bulan tinggal di Jakarta. Yang paling gue ingat waktu ke Kota Tua untuk pertama kalinya itu, gue makan bakso di depan Museum BI. Baksonya nggak enak. Mahal lagi. Rugi.
Puas melihat-lihat Kota Tua, kami menyempatkan diri untuk berfoto dengan Reza sebagai fotographernya karena dia yang lebih mengerti soal potret-memotret. Kalau fotonya kurang bagus ya, maklumin aja karena kita fotonya pas lagi terik-terik banget. Menghadap ke arah matahari langsung. Setelah puas berfoto, kami jalan kaki menuju stasiun kereta untuk pulang ke Kebayoran.
***
“Nanti cara keluarnya gimana, Za?” tanya gue.
“Nanti lo ke bagian loket dulu kayak tadi itu. Trus minta refund,” jawab Reza.
“Oh, oke.”
“Atau nggak biar gue anterin aja nanti.” Reza menawarkan diri.
“Nggak usah Za, malah ngerepotin nanti.”
“Gapapa, gue kan ada ini. Jadi, gue bebas keluar masuk.”
Liburan singkat kami berakhir dengan di antar Reza sampai ke pasar.
Baca Juga: Mengasingkan Diri
Besoknya gue berangkat pagi-pagi sekitar jam 05:30 ke Bandara Soekarno Hatta dari Kebayoran Lama. Dengan ini perjalanan berobat sekaligus liburannya berakhir.
Big thanks to: www.rezafahlevi.com yang sudah berbaik hati ngajakin kami city tour ke Kota Tua. Kapan-kapan ajakin gue jalan lagi ya, Za! Hohoho
Penasaran dengan keseruan di dalam museumnya? Silahkan tonton video di bawah ini ya:
hayuukkk main lagi ke jakarta nanti gue ajak tempat (maksiat) yang seru-seru
FAAAK :))
yoi, kereta merupakan salah satu kendaraan paling asik di jakarta. selain mengurai macet, juga harganya murah. tapi sayangnya, kebanyakan kereta pasti desak-desakan. apalagi haris biasa.. para komuter jabodetabek pulang pergi kerja ke jakarta. tapi dulu gue pernah transit di lenteng agung, satu stasiun sebelum manggarai kalau nggak salah. gue dapet kereta ke bogor yang lumayan sepi dan adem abis. hahaha.. kota tua memang masih jadi destinasi favorit di ibukota~
wah enak nih untuk pelajar atau mahasiswa gratis.. pengen kesitu jadinya..
datang aja wkwkwkwk
Waaahhh main ke MBI sama Kota Tua! Jadi kangen kunjungan industri ke MBI sama temen-temen :’))
Mmm ke sananya dipandu nih, cieee.
Btw air seni ditenteng berat 2,5L tangannya pegel nggak, Za? Wkwk
Ngerasa awkward nih Reza panggil Reza HAHAHA
wah jadi pengen kesana haha
Kok kurus? Ekspektasi gue salah, gue kira gembul-genbul gitu. Wkwk.. Gue pernah kesana juga, cuman ga lama sih, keburu ke tempat lain. Kapan balik ke jkt kagi buat kuliah?
biarpun sebentar, tapi asik ya jalan-jalannya. :D
Aku kalo ke Jakarta blm pernah jalan2 huhu, apalagi bisa nyobain mass transportation-nya. Kalo ya ga pas ada lomba ya transit gitu aja di Jakarta.
Kota tua emang seruuu. Tapi yang bikin males pengamennya itu lho. Tiap dua menit sekali muncul. ._.
Setidaknya kamu bisa jalan-jalan ke jakarta ya walaupun cuman sebenatar hehehe
(ini apasih komennya) :D
Jakarta ya, kesana pernah sekali waktu kecil. Saudara banyak yg rantau ke jakarta, tp tiap diajak kesana ga mau, bayangin gimana padatnya udah males. Mending naik2 ke puncak gunung hehehe
Yahh._.
hahahaha
Awas kambuh loh panas2an.. Ahaha.. Reza kumpul semua.
Terus apa kabar kantong seni lo?
mantapppp, lebih lama lagi dong za cus di jakarta masih banyak yang belum di explore :D
keren ada vlognya segala
Yah, pengen ke Jakarta. Tapi rasanya ga akan pernah terwujud deh kayaknya. Papa gue ga mau. Mungkin kejauhan kali ya. Gue kan tinggal di Surabaya :D
wah memang liburan yang mengasikan ya, aku suak lihat museum