“Za, Sabtu nanti bisa expo, nggak?” tanya Bang Rivo. Pesan tersebut nggak langsung gue balas karena sedang di jalan pulang. Siang itu gue baru pulang dari kampus karena habis ada kelas pagi di Kampus Kijang.
“Bisa, bang. Expo di mana memang?” tanya gue balik saat lagi di tempat makan. Menunggu pesanan.
“Oke. Bisa, ya?” Bang Rivo memastikan lagi. “Nanti gue update jadwalnya.”
“Hari apa dulu tapi, bang?” tanya gue sebelum betul-betul di daftarkan namanya.
“Sabtu.”
“Oke, bisa.” Balas gue singkat. Kebetulan Sabtu nanti gue lagi nggak ada kelas dari pagi sampai siang karena kelasnya GSLC. Kami menyebutnya hari libur. Sebab, saat ada jadwal GSLC, mahasiswa belajarnya di rumah. Kalau beruntung dosennya nggak akan ninggalin tugas. Kalau sedang sial, dosen akan ninggalin tugas. Untungnya, mata kuliah di hari sabtu dosen-dosennya pada baik. Jarang ngasih tugas. Bisa di pastikan nggak ada tugas yang harus di kerjakan pada hari itu. Gue bisa menggunakan waktu untuk ikut kegiatan expo.
Sesuai janjinya, mendekati hari Sabtu, Bang Rivo menginformasikan kembali di mana expo tersebut diadakan. Exponya di ITC Depok, pesan bang Rivo. Apaaahhh, ITC? pikir gue. Sambil menirukan adegan sinetro di mana sang tokoh akan terkejut dengan lebay-nya ketika mendapat kabar yang tak disangka-sangka. Ya, gue memang mahir beracting. Tapi sayang, orang-orang nggak tahu kalau gue punya bakat beracting. Mungkin gue kurang terpekspos oleh media aja kali, ya? Lain kali gue akan mencobanya supaya produsen dan sutradara ternama ngajakin gue main film. #ngarep
Gue hampir nggak percaya sama informasi yang Bang Rivo sampaikan. Ah, paling besok pagi baru di kasih tau tempatnya, pikir gue. Ngomong ke diri sendiri. Tapi kalau lokasinya betulan di Depok, malah bagus karena gue bisa main-main ke depok. Kota yang belum pernah gue kunjungi.
Keesokan harinya…
Jarum jam sudah menunjuk ke angka delapan. Dan sampai saat itu Bang Rivo masih belum menarik ucapannya sama sekali. “Seriusan bang, tempatnya di ITC Depok?” tanya gue memastikan. Sudah lima belas menit sejak pesan tersebut di kirim dan sama sekali belum ada balasan darinya. Waktu terus merangkak maju dan gue masih duduk terdiam menunggu kabar di kantor. Waktu hampir menunjukkan pukul sembilan pagi. Gue iseng-iseng ngecek tarif dari kampus ke Depok. WTF… seratus enam puluh satu ribu?! Gue kaget. Tarif perjalanan yang seharusnya hanya delapan puluh ribu itu, berubah menjadi seratus enam puluh satu ribu karena sedang highfare. Setelah di capture, hasil capture tadi gue kirim ke Bang Rivo.
Tak lama setelah mengirimkan hasil capture, gue menerima balasan dari Bang Rivo. “Nggak ada yang lebih murah lagi, Za? Coba satunya lagi,” kata Bang Rivo, mengisyaratkan buat ngecek tarif aplikasi sebelah.
“Oke, bang.” Kata gue. Bukannya langsung mengatakan yang sesungguhnya, malah, dia menyarankan untuk cek aplikasi lain. Membandingkan tarif ongkos yang satu dengan satunya lagi. Gue makin bingung.
“Yaudah, naik Grab aja,” kata Bang Rivo setelah melihat perbandingan tarifnya. Setelah dia mengatakannya, gue cuma bisa menurut.
Mungkin dia serius soal lokasi expo yang di ITC Depok, gumam gue.
Baca Juga: Expo Garuda
Sesampainya di ITC Depok, gue sempat nggak percaya. “Seriusan nih, di sini tempatnya?” pikir gue. Melihat yang ada di sekeliling. Gue pun bertanya dengan Kevin melalui layanan chatting. “Iya, di ITC tempatnya,” kata Kevin yang kemarin baru saja ikut kegiatan expo.
Gue pergi ke lantai dua untuk mencari lokasi Expo. Karena nggak ngelihat adanya tanda-tanda expo, lalu gue berinisiatif untuk bertanya pada petugas yang kebetulan lewat. “Permisi Pak, numpang tanya, job expo di sini di mana, ya?” tanya gue.
“Job expo? Emang ada?” satpam tersebut bertanya kembali.
Gue garut-garut kepala seperti orang sedang kebingungan. Satpamnya juga. “Yaudah, terima kasih ya, pak,”
Satpam tersebut mengangguk.
Tak ada cara lain selain mencari tahunya sendiri. Menjelajah semua yang ada di lantai dua mungkin jawaban yang paling tepat untuk kondisi saat ini. Kayaknya itu, deh, pikir gue. Gue pun mendekati tempat tersebut untuk memastikannya lagi. Terdapat tulisan Binus Online Learning di atasnya. “Udah ketemu tempatnya, bang,” bunyi pesan yang gue kirim ke Bang Rivo. Gue menyenderkan tas di bangku sebelah. Mengatur letak stand banner dan merapihkan meja serta menata flyer.
“Bang, attendend listnya di mana, ya?” tanya gue pada Bang Rivo.
“Ada di sana, kok,” balas Bang Rivo.
Gue periksa kembali. “Nggak ada, Bang.”
“Serius nggak ada?”
“Iya, nggak ada.”
“Wah, pasti di bawa pulang sama si Kevin.” Duga Bang Rivo.
Gue mengirim pesan ke Kevin untuk memastikan. “Vin, Attendend listnya lu bawa semua, ya?” tanya gue.
“Iya.”
“Kenapa lu bawa semua?!”
“Ya, gue kira di bawa pulang ke kantor.” jawab dia.
Kampret! Kata gue dengan suara tertahan supaya nggak terdengar orang sebelah.
Sambil menunggu Bang Rivo datang membawa lembar fotocopy-an attendant list, gue flyering dulu. Flyering itu bisa dibilang bagi-bagi flyer ke orang-orang yang lewat sambil memberikan sedikit informasi sesuai dengan isi flyer tersebut. Karena terus-terusan berdiri, adakalanya gue duduk untuk mengistirahatkan kaki-kaki yang kelelahan. Setelah tenaga pulih, gue melanjutkan kembali kegiatan flyering.
“Udah di mana, bang?” tanya gue.
“Udah deket. Ntar lagi sampai.” Katanya.
Gue meneruskan kegiatan bagi-bagi flyer ke orang-orang. Beberapa orang sempat berhenti di depan booth kami. Gue diem merhatiin orang tersebut dengan berbagai macam pertanyaan yang muncul di kepala. Orang tersebut menyerahkan lembar CV-nya ke gue. Lalu mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.
“Syaratnya apa aja, ya?” tanya pengunjung tersebut.
Kejadian seperti ini pernah gue alami sebelumnya. Kejadiannya sama persis. Waktu itu gue juga lagi ada kegiatan expo di PRJ alias Jiexpo Jakarta. Gue pun bertanya kembali ke pengunjung tersebut.
“Syarat apa ya, mbak?”
“Syarat untuk kerja di Binus?”
Bingo! Dugaan gue benar. Dia mengira kalau booth ini lagi membukka lowongan pekerjaan. “Maaf, mbak, kita tidak sedang buka lowongan kerja.”
“Trus?” tanya mbaknya.
“Iya, jadi kita sedang membuka pendaftaran untuk mahasiswa baru.”
“OH, gitu,” wajah mbak-mbak tersebut memerah karena malu. Si mbak tadi mengambil kembali CV yang dia taruh di atas meja lalu buru-buru pergi. Gue Cuma geleng-geleng kepala melihat si mbak tadi sambil membantin, “Duh, mbak, untung aja situ cakep.”
Orang yang ditunggu-tunggu sejak tadi baru saja sampai. Dia langsung mengeluarkan lembar attendant list hasil fotocopy-an ke atas meja.
“Tadi macet ya, bang?” tanya gue.
“Lumayan,” katanya. “Untung gue bawa motor. Oya, nanti lu pulangnya bareng gue aja, ya? Gue bawa helm dua, kok,” tambahnya.
“Oke, bang.”
Nggak ada yang special dari kegiatan expo kali ini. Exponya terlihat biasa-biasa saja bila dibandingin dengan expo yang biasa gue hadiri. Bahkan, expo di Depok kmrn malah terlihat bukan seperti kegiatan expo. Letaknya sangat terpencil dari keramaian. Tempatnya juga kecil dan sempit. Pantesan Bang Rivo bilang jangan kaget. Exponya nggak kayak yang gue bayangin ternyata. Tapi yaudahlah, yang penting gue di gaji. Uangnya lumayan untuk beli perlengkapan bulanan. Namanya juga anak kost. Hihihi.
Aduuuhhh, gue malu gila kalau jadi tuh Mbak-mbak :3
Tapi next kalau mau expo coba di Sudirman aja, Bang. Tapi expo lowongan kerja, ya. Wkwkkw
jadi pengen liat wajahnya mbak yang sedang memerah, saya membayangkan pasti cantik dan manis
Curang ah gak ada foto mbak-mbaknya dengan muka memerah. Huh.
Ya kali kak gue foto mbak-mbaknya :)
Depok mah kotanya kecil. Gak asoy kalo ngadain gituan di sana. :(
Hem, iya, bang :(