Dengan berat hati gue harus mengakui bahwa blog ini udah tiga minggu dianggurin dan tak terupdate sama sekali. Bukannya gue males, tapi gue bener-bener nggak bisa karena laptop nggak masuk dalam daftar barang yang harus gue bawa dalam perjalanan yang cukup ‘mendadak’ ini. Sebelumnya gue sama sekali nggak merencanakan untuk berangkat ke Jakarta. Perjalanan ini, menjadi perjalanan tak terduga.
Sebenarnya gue pengen bawa. Tapi apa daya, nyokap melarang. Katanya nanti bisa rusak atau dicuri sama orang lain. Daripada ntar gue kualat karena durhaka, nggak ngikutin kata nyokap, memang lebih baik gue tinggalin aja di rumah.
Emang kemana aja lo Za selama tiga minggu ini?
Selama tiga minggu ini gue di Jakarta.
Ngapain?
Nyari cabe-cabean. Ya enggak, lah. Ngapain juga jauh-jauh nyari cabe-cabean.
Jadi ceritanya tanggal 9 sama 10 Mei kemaren gue ke rumah sakit dalam rangka kontrol rutin yang gue lakukan setiap bulan. 9 Mei adalah tanggal dimana darah gue di ambil untuk pemeriksaan dan 10 Mei gue kontrol lagi buat nyerahin hasil labornya ke dokter yang bersangkutan. Gue mulai rutin kontrol itu sejak November lalu, sampai sekarang. Kalau gue itung-itung kembali, gue udah enam bulan minum obat pemberian dokter.
Dan begitu gue nunjukkin hasil labornya…
“Saya rujuk ke Jakarta atau Palembang aja, ya?” kata dokter, tanpa diselangin basa-basi.
“Loh, kenapa memangnya, dok? Kok saya harus ke Jakarta?” tanya gue dengan nada penasaran. Menilai dari tindakan yang diambil dokter, wajar kalau gue menanyakan alasan kenapa gue harus di rujuk ke Jakarta atau Palembang.
Baca Juga: Seperti Orang Bodoh
“Yang kamu ini lucu. Ininya normal, yang ininya tinggi,” jawab dokter tersebut dengan nada serius. Dia menunjukkan sebuah kertas yang diterbitin oleh divisi laboratorium rumah sakit. Kertas tersebut jelas memperlihatkan adanya ketidakseimbangan.
“Iyasih. Tapi apa nggak bisa diobatin di sini aja, dok?” tanya gue sekali lagi.
“Nggak bisa. Rumah sakit disini nggak punya alat buat melakukan pencintraan.”
Gue terdiam dibangku pasien. Gimana nih? Batin gue. “Boleh saya bicarakan dulu sama keluarga, dok?”
“Oke. Boleh-boleh saja. Kalau jadi, segera laporkan ke saya.”
“Baik, dok. Nanti saya akan ke sini lagi.” Gue meninggalkan ruangan tersebut dan mendatangi bagian BPJS. Tanpa perlu menjelaskan situasinya saat ini, nyokap udah tau apa yang harus dilakukannya: menghubungi bagian keluarga yang tinggal di Jakarta.
“Permisi, mbak?”
“Iya? Ada yang bisa saya bantu, mas?” tanya petugas BPJS.
“Boleh saya minta daftar nama rumah sakit di Jakarta yang menerima pasien BPJS?”
“Oh, tunggu sebentar ya, mas.” Petugas BPJS itu masuk ke dalam sebuah ruangan. Nggak sampai dua menit, dia keluar lagi dan menyebutkan nama-nama rumah sakit di Jakarta.
Alhasil ada enam rumah sakit yang namanya berhasil gue kantongin dari petugas BPJS. “Makasih ya, mbak.”
“Ya, sama-sama, mas.” Balas petugas BPJS tersebut.
Fyi, ada beberapa rumah sakit yang menolak pasien dengan kartu jaminan. Jadi, kalo kalian pengen berobat ke Jakarta atau rumah sakit di daerah kalian dengan menggunakan kartu jaminan gitu, gue sarankan kalian bertanya kebagian penyedia jaminan kesehatan yang tersebar di daerah kalian untuk menghindari kesalahan yang bisa saja terjadi. Kan, nggak lucu begitu membaca jumlah tagihan yang harus dilunasi, kalian mendadak kena serangan jantung gara-gara biaya rumah sakitnya kemahalan.
Jangan malu bertanya atau nanti malu sendiri karena nggak punya cukup uang untuk melunasi tagihan.
Setelah berdiskusi dengan keluarga yang tinggal di Jakarta, akhirnya didapatilah nama rumah sakit yang bakal gue tuju nanti. Sesuai pesannya, gue kembali menemui dokter di ruangannya.
“Jadi, gimana?”
“Ya, dok. Saya mau.”
“Sudah tau rumah sakit mana yang akan kamu tuju?”
“Sudah, dok.” balas gue dengan penuh percaya diri.
Gue kira ngurus surat rujuk tuh gampang: tinggal nyebutin nama rumah sakit yang nanti akan dituju dan surat rujuknya langsung keluar. Taunya nggak. Sebelum surat rujuk diterbitkan oleh pihak rumah sakit, ada beberapa persyaratan yang harus pasien lengkapi. Seperti fotokopi lalu mengantarkan surat ini dan itu ke departemen yang ada di rumah sakit.
Setelah memenuhi syarat, barulah, surat rujuk yang gue harapkan pun resmi dikeluarkan oleh rumah sakit Bengkulu. Dari keenam nama rumah sakit yang menerima pasien BPJS, gue minta dirujuk ke RSCM. Konon katanya RSCM adalah rumah sakit terbesar dan peralatannya paling lengkap di Jakarta. Katanya, loh.
Baca Juga: Senin Horror
Sepulangnya dari rumah sakit, bukannya langsung mesen tiket pesawat untuk penerbangan besok, nyokap gue malah masak.
“Ngapain masak sih, Ma? Masaknya nanti-nanti aja. Ntar tiket pesawatnya kehabisan, loh.” Ucap gue.
“Cuman sebentar, kok.” Balas nyokap, matanya tak bisa lepas dari kompor.
“terserah deh.”
***
Tak mau menyerah pada keadaan, malamnya nyokap gue kembali mencari tiket untuk penerbangan besok. Syukur, ternyata tiketnya masih tersisa untuk tiga orang lagi. Rencana keberangkatan gue hampir aja batal karena tiket pesawat sempat dinyatakan habis. Padahal sorenya waktu gue cek, memang udah pada habis. Yah, gapapalah. Biarpun harganya kemahalan untuk ukuran kelas ekonomi (gimana nggak mahal, wong harganya aja 1,5jt/org), mau nggak mau tiket tersebut harus diambil juga. Soal harga mah belakangan, yang penting gue harus segera diobatin.
Tips: kalau pengen pergi keluar kota dengan naik pesawat, usahain mesan tiketnya sejak jauh hari.
Lah kenapa gak bilang-bilang ke Jakarta?? Gue betawi asli nih :))
Kan dadakan Jev, heuheu
Get well soon!
Syukurlah masih dapat tiket pulang.
Mengurus surat rujukan itu susah.
wah perjalanan yang mengasikan ya
labatsa thohurun insya Alloh
Hola Za! Yaarabb, 3 minggu melompong gue bolak-balik sini tau -___- *eaks
Ooohhh kontrol toh. Jauh juga yaaa rujuknya dari Bengkulu ke Jakarta.
Ini-ini teh apaan si Za? Hmm :(
Moga-mogahan cepet sembuh ya. Etapi kok endingnya kek menggantung. Nggak diceritain pas udah di Jakartanya? Heuheu .-.
Btw, kayaknya yang bener itu pencitraan deh :))
Ah, masa? :p
Selama perjalanan masih bisa ditempuh dengan transportasi masa kini, maka itu tidaklah jauh, Ris. Aamiin. Doain aja ya. Ya, emang sengaja digantungin, kek hubungan ini :’)
Oh iya, gue salah ketik wkwkwk. Terima kasih untuk koreksinya Ris :3
cepet sembuh ya Bro…
Yoi, makasih mas :D
Habis gini control ke Surabaya, ya. Gue tungguin. =)) *eh
Cepet sembuh ya broh…… :D
Weeew…gejala diabetes, Za? Cepet sembuh yaaa
cepat sembuh, supaya gak perlu repot bolak-balik :D