Sabtu, Juli 27, 2024
HomeFiksiAku Akan Menjadi Dewasa

Aku Akan Menjadi Dewasa [3/3]

on

Bacaan Sebelumnya: Aku Akan Menjadi Dewasa [1/3]

Baca Juga: Aku Akan Menjadi Dewasa [2/3]

Secara tak sadar Anin belum menutup telepon itu. Michelle mendengar yang Anin katakan pada Jessica. Dengan penuh amarah, Michelle mendatangi Anin yang sedang berada di dalam cafe. Grace dan Stefi yang masih di dalam mobil ikutan keluar karena Michelle mulai bergerak. Sesuai peraturan yang mereka buat sebelumnya. Apabila Michelle bergerak, maka Grace dan Stefi juga ikutan bergerak.

“Nin…,” kata Michelle kembali.

“Permisi bentar ya Jes. Aku mau bicara sama pembantuku dulu,” kata Anin. “Iya kenapa Le?” tanya Anin.

“Oh iya silahkan Nin.” Jessica mengizinkan.

“Kamu beneran lagi di Bandara?” tanya Michelle sekali lagi.

“Iya, memang kenapa?”

“Sekarang coba kamu berbalik ke belakang.” Bisik Michelle.

Sesuai permintaan Michelle melalui telpon, Anin menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya Anin ketika melihat Michelle sudah berdiri dibelakangnya. Bersama dengan Grace dan Stefi yang juga berada disamping Michelle.

Anin berdiri lalu berkata, “Aku bisa…”

“Bisa apa? HAH!!??” Michelle memotong pembicaraan. Dia terlihat sangat marah pada Anin.

“Aku… aku bisa…”

“Ternyata begini ya cara kamu, Nin. Kami berusaha mengajakmu untuk ngumpul bareng tapi kamu selalu ada aja alasannya. Tadi waktu aku bilang mau ke rumah, kamu beralasan lagi dan mengatakan kalau kamu lagi di Bandara mau mengantar Bunda. Aslinya kamu ada disini bersama dengan mereka-mereka” Menunjuk ke arah Jessica dan anak-anak Perfume. Michelle mengatakannya dengan penuh amarah.

“Dan kamu juga mengatakan kalau aku ini pembantumu!? Begini kah caramu berteman?! Karena dengan mereka kamu jadi jaim dan mengatakan kalau aku ini pembantumu?! Aku gak suka! Aku gak suka dengan caramu, Nin!”

Michelle mengatakan itu dengan penuh amarah.

“Maksud kamu apa marah-marahin temen kita, HAH?!” bela Jessica, ketua dari Perfume.

“Diam kamu Jessica!” ucap Michelle. “Ini urusan antara aku dan Anin!”

Terjadi keributan besar di dalam cafe. Seluruh pengujung melihat ke arah mereka dengan penuh tanya. “Apa yang sebenarnya terjadi disini?” kata Michael, sang pemilik cafe sekaligus kakak kelas mereka.

“Gak tau nih kak, orang ini tiba-tiba datang memarahi temen kita.” Ucap Jessica.

“Betul kak!” kata anak-anak Perfume lainnya mengiyakan kata Jessica.

“Ada masalah apa sebenarnya kalian berdua ini? Coba duduk dulu jelaskan dengan baik-baik.”

Semuanya duduk. Michael dengan sigap mengatur tempat duduk supaya masalah mereka bisa selesai masalah dengan kepala dingin.

“Ini lho kak. Aku kan tadi nelpon Anin. Aku bilang kalau aku mau ngajak Anin untuk ngumpul-ngumpul dengan kami. Lalu, dia bilang kalau hari ini dia mau mengantar Bundanya ke Bandara.”

“Teruskan.” Michael mendengarkan.

“Dua minggu yang lalu, kami sudah membuat rencana untuk ngumpul bareng lagi. Rencananya hari ini. Saat itu Anin bilang, kalau dia lihat kondisi dulu. Kami mengerti. Lalu kemarin dan juga tadi aku nelpon lagi, Anin bilang kalau hari ini dia mau mengantar Bundanya ke Bandara. Padahal kenyataannya dia malah pergi sama Jessica dan kawan-kawan.”

“Terus, permasalahannya apa?” Michael bertanya, ingin tau letak permasalahan antara mereka berdua yang memicu keributan di dalam cafe milik keluarganya Michael.

“Pas aku nelpon tadi, dia bilang ke Jessica kalau yang nelpon dia saat itu adalah pembantunya. Ya aku gak terima dong kak dibilang begitu!”

Tiba-tiba anak Perfume angkat bicara, mengatakan bahwa yang dibilang Michelle itu bohong. Lagi-lagi mereka ribut. Anin tetap diam. Tak memberikan klarifikasi. Ketika ditanya Michael, Anin mengatakan bahwa yang Michelle katakan itu semuanya bohong. Sontak Michelle jadi naik darah dengan kelakuan sahabatnya itu. Begitu juga dengan Grace dan Stefi.

“Oke kalau mau kamu begitu! Silahkan main sama mereka-mereka, tapi ingat satu hal, Nin. Jangan pernah harap bahwa kita mau jadi temanmu lagi! Ingat itu!” ancam Michelle.

Lalu Michelle berdiri dari tempat duduknya. Berjalan keluar dari cafe.

“Aku gak nyangka kalau kamu benar-benar berubah sejauh ini. Apakah ini semua demi ketenaran, Nin?” kata Grace.

“Tau gak Nin? Sebelumnya aku itu ngebela kamu! Aku tetap ngotot kalau kamu itu sama sekali gak berubah seperti yang Grace dan Michelle katakan! Bahkan aku sempat ribut sama mereka demi membela kamu! Ternyata, penilaianku selama ini salah. Kamu memang benar-benar udah berubah! Nyesel Nin! Nyesel aku membela kamu selama ini!”

Lalu mereka pergi meninggalkan cafe dengan penuh amarah.

Anin terduduk di bangku dengan kakinya yang melemas. Perkataan Michelle tadi telah menusuk hatinya. Karena selama ini belum pernah ada orang yang berkata seperti itu kepadanya. Tadi itu merupakan pertama kalinya ia dimarahi. Anin yang biasanya mendapat pujian dari teman-teman dekatnya, untuk yang pertama kalinya mendapat amukan dari teman dekatnya. Gara-gara dirinya sendiri.

Anin tak menyangka kalau perubahannya dalam dirinya itu membuatnya jauh dari sahabat lamanya. Terutama Michelle. Michelle benar-benar marah, pada perubahan sifat Anin yang sangat singkat itu. Perkataan Michelle itu memang benar adanya. Anin benar-benar telah berubah, menjadi orang yang sombong.

***

Tiga bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Mereka tak pernah lagi saling bertegur sapa. Michelle benar-benar membuktikan bahwa dia tidak akan mau lagi berteman, maupun menegur Anin. Begitu juga dengan Grace dan Stefi yang sudah terlanjur kecewa dan marah karena Anin mengatakan Michelle adalah pembantunya.

Perfume pun bubar dan segera berganti dengan nama yang baru. Ketua baru. Anggota baru. Ada beberapa anggota lama yang masih bertahan, dan ada juga anggota lama yang dikeluarkan karena perubahan nama dan ketua.

Semenjak berganti nama itu pula, Anin dikeluarkan dari keanggotaan. Karena Anin sudah menjelekan citra Scarlet—Sebelumnya Perfume—yang terkenal anggun. Keadaan Anin saat itu benar-benar terpuruk. Sudah di angkat setinggi mungkin, kemudian di hempaskan begitu saja oleh orang yang ia percayai.

Anin tak memiliki teman lagi. Karena sudah menjadi resiko ketika sudah bergabung dengan anggota Perfume, akan mendapatkan ketenaran dan ketika keluar dari Perfume, akan dikucilkan kembali karena dianggap bukan orang-orang penting. Ini sudah menjadi sebuah resiko untuk orang-orang yang menginginkan ketenaran dengan cara bergabung menjadi anggota Perfume. Anak-anak Perfume memang sangat terkenal, karena itulah ada begitu banyak sekali orang-orang yang berusaha untuk dapat masuk menjadi anggota Perfume.

Anin benar-benar sedih saat itu. Biasanya, selalu ada ketiga sahabatnya yang menemani ia di saat seperti ini. Mereka selalu setia mendengarkan setiap curhatan dari Anin. Karena Anin sekarang tinggal sendirian di Kota Jakarta, ketiga sahabatnya itu menaruh perhatian ekstra pada Anin. Di Kota Jakarta, yang Anin miliki cuman ketiga orang sahabatnya itu. Kini, mereka benar-benar telah menjauhi Anin. Tak ingin berteman lagi dengan Anin. Setiap pulang sekolah, Anin selalu menangis di dalam kamar sambil berkata, “Bunda, aku mau pulang… aku mau pulang ke Palembang aja daripada terus begini.” Tangisannya itu terdengar oleh orang sebelah. Meski terganggu oleh tangisan Anin, tapi orang itu jadi gak tega melihat Anin menangis setiap harinya.

Orang yang tinggal disebelah itu langsung mencari kontak Michelle di hpnya. Kebetulan saat SMP dulu, Michelle pernah memberikan nomor hpnya pada tetangga sebelah  Anin.

“Hallo, Michelle?” ucap orang itu.

“Iya, ini siapa ya?” tanya Michelle.

“Ini aku, Kak Shani. Orang yang bersebelahan dengan kamar kostnya Anin.” Kata orang itu. “Kamu ingat kan, waktu itu pernah memberikan nomor hpmu pada kakak supaya bisa melaporkan bagaimana keadaan Anin?”

“Oh… iya-iya! Kak Shani! Ada apa memangnya kak?”

“Begini, Chel. Anin dari kemarin nangis-nangis mulu. Kakak jadi gak tega ngelihatnya.”

“Biarin aja kak. Dia pantas mendapatkannya.” Ucap Michelle, masih merasa kesal dengan Anin.

“Memangnya kalian ada apa sih? Kakak lihat, belakangan ini kamu, Grace sama Stefi gak pernah lagi main ke kost-an.”

“Gak ada apa-apa kok, kak.” Jawab Michelle singkat.

Ternyata Michelle masih menyimpan dendam pada Anin karena kejadian waktu itu. Sementara itu Shani, tetangganya Anin berusaha membujuk Michelle supaya mau datang ke kost-an. Untuk menghibur Anin yang terus menerus menangis belakangan ini.

Berbagai usaha telah Shani lakukan supaya Michelle mau mampir ke kost-an. Tapi Michelle tetap tak ingin datang ke sana. Shani kemudian terpikirkan Stefi, yang kebetulan saat itu juga pernah meninggalkan kontaknya pada Shani.

“Hallo, Stefi?” kata Shani.

“Hallo… ini siapa ya?” tanya Stefi, tak kenal.

“Ini Kak Shani Stef! Kamu ingat kan?”

“Oh… Kak Shani! Apa kabar kak? Udah lama banget ya kita gak telponan!”

“Kakak baik-baik aja kok Stef. Iya, udah lama banget ya!”

“Hehehe… ada apa kak nelpon aku?” tanya Stefi.

Shani langsung masuk pada inti pembicaraan. Karena saat itu keadaan Anin benar-benar sudah parah. Tangisannya makin menjadi-jadi. Anin terus menangis, menyebut kalau ia merindukan Bunda dan adik-adiknya. Setelah bersusah payah, akhirnya Shani berhasil membujuk Stefi agar mau datang ke kost untuk menghibur Anin yang sedang down.

***

Keadaan kembali normal. Michelle yang tadinya menyimpan dendam pada Anin, kini telah memaafkannya. Mereka kembali seperti dulu lagi. Ini semua berkat kerjasama dari Shani dan Stefi. Anin kembali menjadi sosok yang ceria seperti dahulu lagi. Namun hari itu ada yang aneh dari Michelle. Entah kenapa, hari itu dia benar-benar manja sama Anin. Tak seperti biasanya. Mereka bertiga, termasuk Shani heran melihat Michelle hari itu. Ketika ingin makan, Michelle ingin disuapi sama Anin. Semuanya serba Anin. Anin jadi kewalahan mengurus Michelle yang saat itu sedang sakit. Tapi meskipun kewalahan, Anin merasa senang karena Michelle benar-benar sudah memaafkan ucapan ia waktu kejadian itu.

Jakarta diguyur hujan deras. Langit terlihat gelap. Anin gak berani untuk keluar kost-an Tidak seperti biasanya. Tiba-tiba Anin mendapat telepon dari Ibunya Michelle.

“Hallo? Kenapa tan?” tanya Anin.

“Anin bisa segera datang kesini gak? Tante jemput ya?”

“Iya tante. Anin bisa.” Jawab Anin.

“Terima kasih ya Nin,” balas ibunya Michelle. Lalu menutup telepon.

Selang beberapa lama kemudian sebuah mobil berhenti di depan kost-an. Seseorang keluar dari dalam mobil sambil membawa payung. Anin yang sedari tadi sudah siap, langsung dibawa oleh Ibunya Michelle ke dalam mobil.

Anin dan Ibunya Michelle sampai dirumah sakit. Anin semakin heran, kenapa dibawa ke rumah sakit? Bukan kah biasanya setiap pulang sekolah Anin selalu datang ke rumah sakit bersama dengan Grace dan Stefi. Tapi entah mengapa hari itu yang datang menjemputnya adalah ibu Michelle.

Betapa terkejutnya Anin saat berada di depan ruangannya Michelle. Ruangan itu sangat ramai sekali. Anin bertanya-tanya, “Ada apa ini sebenarnya?”

***

Mereka bertiga teringat kembali dengan kenangan waktu itu. Saat-saat mereka saling mengikat janji, akan menjadi sahabat untuk selama-lamanya. Walaupun Michelle telah pergi mendahului mereka, tapi kenangan itu akan terus ada di benak mereka bertiga.

B0nvMzkCUAA-vYm

Nampaknya yang paling merasakan sedih adalah Anin. Kini sudah tak ada lagi orang yang selalu menjaili pipinya. Tak ada lagi orang yang memarahi ia saat malas makan. Ada begitu banyak kenangan yang tak mungkin bisa Anin lupakan. Saat-saat Michelle menunjukan kemarahannya pada Anin waktu itu, terus akan menjadi kenangan sampai saat ini.

Saat-saat Michelle ingin dimanja, juga tak mungkin bisa Anin lupakan. Karena itu adalah saat terakhir ia bersama dengan Michelle. Anin tak menyangka bahwa hari itu menjadi hari terakhirnya bersama dengan Michelle. Michelle yang tiba-tiba ingin dimanjakan oleh Anin, menjadi tanda-tanda terakhir yang dia tunjukan pada semua orang yang hadir di ruangan waktu itu.

Meski begitu, Anin tidak ingin terus larut dalam tangisannya. Anin berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan menjadi orang yang terbuka pada semua orang. Berteman dengan siapa saja. Tidak melupakan sahabat lamanya meski sudah memiliki kehidupan dan teman baru. Ia berjanji, akan menjadi sosok yang mandiri dan dewasa.

“Aku akan menjadi dewasa!” ucap Anin. Berjanji pada dirinya sendiri.

Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Reza Andrian
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca