Gimana lebaran kemarin? Dapet banyak daging kurban, enggak? Huehehe. Kalau gue di sini sama sekali enggak dapet daging kurban. Pun kalau gue dapet percuma juga, gue enggak bisa menyulap daging kurban menjadi makanan yang enak dan layak untuk di santap. Sedih akutu karena enggak bisa masak. Coba kalau bisa, kan lumayan buat memperbaiki gizi. :’)
Lebaran haji tahun ini masih terasa sepi seperti lebaran sebelum-sebelumnya. Di mana gue merayakannya seorang diri karena jauh dari orangtua. Enggak ada ketupat dan opor yang menjadi santapan wajib di rumah-rumah pada hari raya. Enggak ada makanan dari berbagai olahan daging sapi atau kambing yang bisa disantap pada malam hari raya.
Sebenarnya bisa aja menyantap olahan daging kurban. Tapi gue baru bisa mencicipi dua hari setelah hari raya. Dikirim langsung dari kampung bersamaan dengan kopi, beras dan berbagai jenis makanan yang bisa bertahan hingga beberapa hari bahkan bulan. Sekadar informasi, Rendang asli bisa bertahan hingga sebulan lamanya, lho!
Tapi, gue enggak bersedih, kok. Ini keinginan gue sendiri untuk merantau ke Jakarta. Sudah menjadi resiko bagi seorang perantau untuk merayakan hari raya besar seperti IdulAdha ini seorang diri.
Disela-sela kesendirian, gue membaca kembali draft dari tulisan-tulisan lama. Di situ gue menyimpulkan, bahwa gue ini orang yang unik. Gue percaya bahwa setiap orang punya keunikan tersendiri. Dan karenanya, keunikan ini membuat orang-orang jadi salah kaprah dan menganggapnya sebagai keanehan.
Misal, ada orang yang doyan makan nasi pakai Oreo. Percaya atau enggak, orang kayak gini bener-bener ada. Ini enggak apa-apa ya gue sebutin merek, toh, aneh aja kalau kata Oreonya diganti dengan sebutan lain seperti: makanan yang diputer, dijilat dan dicelupin. Selain boros, kalimatnya juga bertele-tele. Kalau bisa dipersingkat dengan nyebutin merk, kenapa tidak?
Apakah itu termasuk unik? Sudah jelas. Apakah itu juga hal yang aneh? Bisa dibilang begitu, karena berbeda dari yang biasanya kita lihat. Jadi dengan kata lain, aneh dan unik ini hampir sama. Sama-sama memiliki arti “lain daripada yang lain”.
Bicara soal keanehan, gue juga punya. Salah satu keanehan gue ini hanya bisa ditemukan ketika gue sedang menulis. Seaneh apa sih gue atau sosok Reza ini sebenarnya? Kalian mau tau? Jadi begini ceritanya.
Seperti yang kalian tahu, gue adalah seorang mahasiswa. Oke ini sudah menjadi rahasia umum. Yang mungkin belum diketahui oleh banyak orang adalah, gue seorang mahasiswa yang punya hobi menulis. Karena gemar menulis, maka setiap hari gue selalu menggunakan waktu luang untuk menulis. Menulis konten blog, konten media sosial seperti sajak, dan cerita yang hanya menjadi konsumsi pribadi.
Saat menulis, mood gue dipengaruhi oleh jenis font yang gue pakai saat menuliskannya ke dalam aplikasi yang terinstall didalam perangkat yang gue gunakan seperti Microsoft Word atau aplikasi lainnya yang memiliki kesamaan fungsi. Karenanya, sebelum atau saat sedang menulis, biasanya gue suka mengganti dan mencocokan jenis font yang ada di perangkat yang gue gunakan. Mencari mana yang nyaman di mata dan enak ketika dibaca berulangkali.
Ya, memang ada sih font bawaan yang udah bagus dan nyaman di mata seperti Times New Roman. Tapi buat gue, itu masih kurang. Sudah basi dan terlalu banyak digunakan oleh orang-orang pada umumnya. Gue butuh sesuatu yang segar dan ingin berbeda dari yang lainnya. Yaitu dengan cara menggunakan jenis font tertentu, yang sudah pasti tidak banyak dipakai orang-orang.
Tapi hey… ini kan buat gue sendiri. Jadi gue bebas menentukan jenis font yang ingin gue gunakan tanpa harus memikirkan dampaknya bagi orang lain. Apakah keanehan ini hanya berlaku ketika gue sedang menulis? Iya, tapi hanya pada saat tertentu. Seperti menulis konten blog, media sosial dan cerita yang hanya dikonsumsi sendiri.
Sementara itu kalau lagi menulis laporan atau tugas kuliah, gue selalu menggunakan jenis font yang sudah umum supaya lebih mudah dibaca oleh pihak kedua yang ingin mengakses dokumen yang gue tulis.
Dan karena punya kebebasan tanpa batas ini, seringkali membuat gue kebingungan saat hendak memulai proses menulis. Akibatnya gue sering galau sendiri karena bingung memilih jenis font yang ingin dipakai. Kalau belum cocok, langsung diganti sampai merasa cocok. Kalau dibilang ribet, sih, pasti. Tapi mau gimana lagi, namanya juga kebiasaan. Susah buat dihilangin. Hehe.
Nah, itu dia keanehan gue sebagai seorang yang gemar menulis. Dari apa yang gue ceritain, menurut kalian gue ini termasuk aneh apa enggak? Lalu gimana dengan kalian? Kalau kalian punya keunikan yang tidak dimiliki orang lain, silakan cerita lewat kolom komentar. \o/
Jadi, kalau lo ngeliat sesuatu yang nggak biasa di luar sana, lo akan menyebutnya aneh atau unik? Hmm.
Soal kebiasaan ganti fon saat nulis itu, gue juga sama kok. Misal kalau gue lagi nulis buat konten blog pribadi (gue punya dua blog pribadi) gue pake fon Open Sans, sedangkan buat kerjaan, gue pake Malgun Gothic. Buat tulisan website projekan sama temen-temen, gue pake fon Georgia. Tapi gue konsisten, nggak berdasarkan mood. Mueheehe.
Unik, tapi bibir pasti berkata aneh. Iya. Soalnya keduanya ini sulit buat dibedain. Kalau lu gimana?
Oh, kalau font di blog/web sih gue selalu usahain supaya terlihat konsisten dan pasti terinstall di semua perangkat. Habis, enggga lucu aja kalau gue pake font yang unik gitu. Nanti penampakannya malah jadi huruf kotak kotak di perangkat yang lain. :(
Kalau buat di Microsoft Word, baru tuh gue suka gonta ganti karena yg baca toh cuma gue sendiri. Huehehe. Intinya kita sama, tapi beda di pengggunaannya aja ya. Lu konsisten, kalau berdasarkan mood. :(
Gue bakal nyebut sesuatu yang beda dengan sebutan unik. Aneh konotasinya cenderung negatif.
Semua orang pasti unik dan aneh dengan caranya. Sebenarnya, di mata orang aneh, orang biasa pun bisa dianggap aneh (karena nggak ngelakuin hal yang dia lakuin—di mana hal yang dia lakuin itu dia anggap normal).
Ini sama kayak kita teriak jangan mainstream. Tapi kalau semua orang jadi antimainstream, ya antimainstream itu sendiri bakal jadi mainstream.
Keanehan gue? Apa ya? Nggak tau juga. Biarlah orang lain yang menilai seberapa anehnya diri gue. Haha.
Soal font, menurut gue normal sih. Kayaknya banyak juga yang suka pilih-pilih font kayak lo. Termasuk gue. Gue suka pake font dari keluarga Serif.
Serif: Illuminati
Sans-serif: llluminati
Di beberapa font sans-serif, agak susah bedain huruf I (i kapital) sama l (L kecil). Dan nggak banyak juga yang merhatiin detail kecil itu.
Setuju. Tiap orang pasti unik sekaligus aneh dengan caranya sendiri. Gue pikir yg suka gonta ganti font ini cuma gue doang hahaha. Ternyata banyak, toh. Ada Firman sama lu. Yah, gue jadi mainstream dong. Huhuhu :(
Ibu kos dari awal lu di situ enggak pernah nganterin daging yang udah mateng emang, Za? Beberapa temen kantor dulu yang ngekos sering dapet anteran malah. Dia sampe enek makang daging terus selama tiga hari. Haha.
Hm, gue jarang banget ganti font. Calibri udah cocok aja. Beberapa penulis biasanya ganti font yang ada di buku-buku. Mungkin supaya dia membayangkan nanti tulisannya itu beneran tercetak jadi buku.
Kalau kebiasaan gue itu pasti tulis tangan dulu poin-poinnya. Pernah juga malah langsung nulis banyak. Kampretnya, pas mau disalin, susah baca tulisan sendiri yang jelek. Saking buru-buru nulisnya. Tapi nggak apa, tetep enak nulis di kertas. Gue bisa lebih lepas. Atau, gue lebih sreg ngetik di catatan ponsel. Nanti baru editnya lewat laptop. Kalau betul-betul langsung di laptop seringnya buntu. Sekalipun dipaksain, tentu akan tersendat-sendat gitu. Yang ada malah main games atau buka Youtube. :(
Belum pernah, Bang. Ibu kos juga jarang banget main atau sidak ke sini. Mungkin karena sibuk ngurusin bisnis kali, yah. Kalau nyokap, tiap bulan rutin banget ngirim makanan dari kampung ke gue. Biasanya barengan sama kopi dan kue. Enak ya dikasih makanan sama ibu kos. Lumayan menghemat. Hahaha
Rumit juga ya. Jadinya kayak nulis ulang. Tapi justru bagus, sih, bang, karena nulisnya jadi lebih terfokus. Kalau lupa tinggal buka catatan tentang poin-poin yang bakal di tulis. Kalau gue, biasanya langsung nulis di laptop. Engga tau kenapa, cocoknya gitu. Tapi seringkali terdistraksi juga kalau langsung gitu. Tau-tau main hape. Tau-tau bales WA. Akhirnya lupa mau masukin apalagi di dalam word. Yap bener, yang ada malah main games atau buka Youtube :(
Nanti nanti gue coba praktekin cara itu, deh. Sapa tau cocok.
kalo aku sendiri sering dibilang aneh sih daripada unik. entah karena apa tapi kalo diliat karena karakter bukan karena kebiasaan tertentu. dan teman mengaitkannya dengan golongan darah AB
Aha! Temanku juga ada yang begini. Tiap dia ngelakuin sesuatu yang diluar kebiasaan manusia pada umumnya, langsung dikaitin sama golongan darah AB. Katanya, anak AB itu absurd. XD
Kebiasaan orang memang beda2. Makanya aku ga terlalu menganggab seseorang itu aneh hanya krn dia sering melakukan sesuatu yg orang lain ga begitu. Kecuali kalo yg dilakuinnya udh luar biasa ga lazim, baru deh bakal aku anggab Super aneh :p. Adaaa soalnya temenku yg begitu.
Aku sendiri punya kebiasaan kalo makan hrs sambil baca novel. Udh dr kecil krn dulu setiap disuapin, pasti sambil diliatin buku. Kebawa sampe gede. Kecuali makan di restoran ato sdg ama temen makannya, baru deh aku ga megang novel. Tp seandainya makan sendiri, di kantor, ato di rumah, pasti selalu ada buku di tanganku :D. Mama ama suami srg protes. Mereka bilang bisa kesedak nanti. Hmmmn…. Aku ngelakuinnya udah dari kecil banget, jd kayaknya ga mungkin sih bakal tersedak :p
gue rasa sih itu gak aneh bang, karena setiap orang punya caranya sendiri contohnya gue selalu nulis di note yang ada di hp, gue jarang banget nulis di ms.word karena setiap gue buka ms.word pasti gue selalu keabisan kata-kata buat nulis konten di blog. tapi yang aneh menurut gue makan oreo pake nasi