Selasa, November 26, 2024
HomeStorySeriusKamu Datang Diwaktu Yang Tidak Tepat

Kamu Datang Diwaktu Yang Tidak Tepat

on

Disuatu siang di hari selasa yang sangat cerah. Suasana kelas yang saat itu lagi sunyi cukup mendukung untuk sekedar tidur siang. Melepas kepenatan yang ada. Siang adalah waktu yang tepat untuk memulihkan tenaga. Entah kenapa, kalo udah siang bawaanya pasti capek dan ngantuk. Mungkin jam siang memang cocok digunakan untuk tidur.

Sebenarnya suasana kelas saat itu tidak benar-benar sunyi, sih. Ada satu sumber suara yang memecah keheningan di dalam kelas pada saat itu. Ia adalah guru Bahasa Indonesia gue, Ibu Ev namanya. Yang sedang memberikan tugas pada masing-masing murid untuk perbaikan nilai hasil UTS.

Setiap murid diberikan tugas yang berbeda. Banyaknya tugas tergantung dari hasil nilai UTS kemarin. Pembagian tugas dimulai dari urutan absen pertama sampai urutan absen terakhir.

“Reza, kerjakan nomor 6 sampai 12.” ucap Ibu Ev.

Ya, gue diberikan sebanyak tujuh butir soal untuk dikerjain. Sendiri. Untungnya tugas yang diberi bukan yang aneh-aneh. Dan untungnya lagi, soal bersumber dari buku LKS. Yeah, gue bisa mengerjakannya sambil santai. Karena tugasnya cuman tujuh butir soal.

Tok… tok… tok…

Bunyi pintu di ketok.

“Silahkan masuk.” Ibu Ev mempersilahkan masuk.

Semua yang berada di kelas saat itu mungkin bertanya-tanya, “Siapakah gerangan yang mengetok pintu tersebut? Mungkinkah seorang bidadari yang cantik jelita? Ataukah malaikat pencabut nyawa yang ingin mencabut nyawa salah satu dari kami?”

Seseorang dari luar membuka pintu dengan perlahan tapi pasti. Nafas gue tertahan. Takut kalo ada hal buruk yang datang.

Akhirnya gue bisa bernafas legah. Rupanya yang membuka pintu adalah seorang bidadari cantik. Bidadari cantik tersebut menjelaskan maksud kedatangannya.

Baca Juga: Mungkin Ini Yang Namanya Rejeki Anak Sholeh

“Permisi bu, kita dari Binus University mau…”

“Za… ada orang Binus Za…” kata Mario yang duduk di bangku paling depan.

“Waduh… gimana ya?” kata gue, dengan muka setengah panik. Bukan panik karena yang datang adalah bidadari. Tapi panik karena gue bingung harus berbuat apa.

Setelah kemarin gue bisa bernafas legah karena sudah memilih mau masuk ke Perguruan Tinggi mana setelah lulus dari SMA, tiba-tiba tamu dari Binus datang ke sekolah gue. Datangnya di waktu yang tidak tepat lagi. Persis seperti cinta yang datang di waktu yang tidak tepat. Ketika gue telah mengambil sebuah keputusan yang cukup berat buat gue karena keduanya sama bagus, mereka datang dengan begitu saja.

diantara-2-pilihan
Sumber gambar: mila804.wordpress.com

Baca Juga: Akhirnya Gue memilih…

Sebenarnya kemarin gue pengin nerima tawaran dari nyokap buat ambil Binus. Dikarenakan gue diberi deadline untuk pengumpulan surat pernyataan sampai tanggal 7 Oktober beserta dengan pengiriman uang sebagai bukti bahwa gue masuk UMN dengan beasiswa + tanpa tes, dan tamu dari Binus belum datang juga sampai tanggal 7 Oktober, akhirnya, malah itu juga, gue mengambil keputusan dan mengirimkan surat pernyataan beserta uangnya.

Gue kira kakak dari Binus datang ke kota gue bulan November nanti. Jadi ya mau nggak mau gue harus ngirim surat pernyataan dulu, dong. Sebagai candangan gitu, kalo-kalo gue nggak dapet beasiswa, seengaknya gue bisa masuk UMN tanpa perlu tes. Kalo gue nggak isi surat pernyataan, otomatis gue harus ikut tes lagi di kampus UMN. Padahal gue udah dapat beasiswa dari sana. Tanpa tes lagi. Kan sayang banget, tuh.

Rencana gue begini, kalo gue dapet beasiswa dari Binus, gue bisa ikhlasin uang yang sudah gue kirim ke UMN. Tapi kalo nggak dapet beasiswa Binus, gue akan lanjutin UMN karena sayang kalo beasiswanya di sia-siain. Emang sih, nyokap tetap bisa membiayain gue buat kuliah di Binus meski tanpa dapat beasiswa. Tapi karena gue orangnya nggak tegaan, nggak enakan, apalagi gue masuk Binus tanpa beasiswa padahal di UMN gue dapet beasiswa, kan sayang beasiswanya. Tapi kalo sama-sama dapet beasiswa, gue rasa nggak akan jadi masalah. Mungkin gue kehilangan uang yang sudah gue kirim, tapi kalo gue bisa mengikhlaskan, pasti akan diganti dengan yang lebih.

Baca Juga: Sebuah Keputusan Yang Cukup Berat

Karena saat itu Ibu Ev sedang memberikan tugas, jadi, Ibu Ev mengalihkan tamu dari Binus untuk sosialisasi di kelas IPS 3 yang kebetulan saat itu sedang tidak ada guru yang mengajar.

Lalu, setelah menemanin tamu dari Binus untuk sosialisasi di kelas IPS 3, Ibu Ev kembali ke kelas.

Gue curhat sama teman di belakang gue. Gue curhat sama mereka tentang kebingungan yang tengah gue hadapin. Tapi respond negatif datang dari teman gue. “Binus itu tempat orang-orang yang kepalanya besar, ya?”

Gue diem. Mencoba tuk tarik nafas. Menjelaskan soal Binus sama teman gue yang memberikan tanggapan negatif tadi. Ternyata emang sulit ya untuk bisa sabar. Gue bersyukur karena masih bisa menahannya.

Oke, gue tau maksudnya bercanda. Tapi nggak bisa gitu, dong. Jangan jadikan fisik sebagai bahan guyonan. Guyonan kayak gitu, nggak cerdas banget. Bikin orang tertawa? Enggak. Bikin orang sakit hati? Iya. Ayolah, jangan jadikan fisik sebagai bahan guyonan.

Oke kalo emang mau jadiin fisik sebagai bahan guyonan juga boleh. Tapi jadikan guyonan itu sebagai guyonan yang mampung memancing orang yang dijadiin bahan juga ikut tertawa. Jadi tidak akan ada yang merasa tersakitin. Gitu.

Contohnya kayak guyonan yang pernah dibuat oleh teman gue di SMP dulu.

Temen: Za, kepalamu kok besar sih?

Tiba-tiba sahabat gue secara spontan menjawab pertanyaan dari teman gue.

Sahabat gue: Ceritanya panjang. Singkatnya waktu lahir dulu, bokapnya Reza pernah mukul kepala Reza pake Motherboard. Akibat dipukul pake motherboard, bekas pukulan itu jadi membenjol dan terus begini sampai sekarang. Begitu kan, Za?

Gue dan yang lainnya tertawa.

Sebenarnya bukan begitu. Gue tau kok kalo itu guyonan. Kalo dipikir-pikir kembali, mungkin ada benarnya juga. Mungkin memang waktu gue lahir dulu bokap gue mukul kepala gue pake motherboard. Akhirnya, ketika gede, gue punya poin plus dibidang Komputer.

Terus ada lagi candaan lainnya yang berhubungan sama kepala gue yang besar ini. Dan rata-rata guyonan yang ada atau pernah dibuat oleh teman dan sahabat gue di SMP dulu, nggak ada yang offense pada fisik gue. Malah guyonan yang mereka buat cukup mensupport. Karena hal itulah, gue mencintai teman-teman gue di bangku SMP dulu dibanding teman gue yang di bangku SMA. Mungkin karena latar belakang teman-teman yang berbeda inilah yang membuat gue sering banyak pikiran. Udah bawa santai sih, tapi yang namanya sakit hati, nggak bisa disembuhin. Tak terlihat, tapi rasanya lebih sakit daripada luka yang terlihat.

Oke, lanjut.

Jarum jam terus bergerak. Semuanya tampak serius mengerjakan soal. Terutama bagi yang absen awal. Tapi tidak bagi gue yang berada di urutan absen akhir. Gue bawa santai aja. Toh, giliran gue masih lama. Meski santai, gue punya beban pikiran juga. Bingung harus mengambil langkah apa!

Tibalah waktu untuk membahas setiap soal yang ada di dalam buku LKS. Gue nggak bisa fokus karena kembali dibuat pusing oleh permasalah memilih universitas. Ditambah lagi dengan teman disebelah gue yang ngajak ngobrol. Seketika niat gue buat nyatat jawaban dari soal yang sedang di bahas jadi musnah.

“Silahkan masuk,” ucap Ibu Ev, mempersilahkan masuk tamu yang datang dari jauh untuk melakukan sosialisasi kampus.

Tamu dari Binus masuk ke dalam dan memperkenalkan diri. Sungguh disayangkan, waktunya cuman lima menit. Perkenalannya pun dipersingkat. Untung gue udah tahu banyak tentang Binus. Jadi ya… tidak jadi masalah bagi gue meski waktunya singkat. Selain itu, di jurusan IPS, cuman gue sendiri yang pengen masuk Binus. Sisanya? Ada yang mau ke PTN, ada yang mau jualan, dan ada juga yang nggak tau mau ngapain setelah lulus nanti. Gue harap temen-temen gue yang belum tau mau ngapain setelah lulus nanti bisa segera menemukan tujuan hidupnya.

Gue heran sama temen-temen gue. Iya gue tahu ini IPS. Murid laki-laki lebih banyak dibanding perempuannya yang cuman sedikit. Kok mereka heboh banget ya begitu melihat cewek cantik? Apa saking langkahnya cewek di jurusan IPS, begitu ada cewek cantik yang masuk ke ruangan IPS, cewek cantik tersebut terlihat bersinar-sinar? Menyinari seisi ruangan kelas yang kelam dan suram karena isinya cowok dan tidak adanya cewek cantik di kelas?

Gue sendiri biasa aja. Hmm, mungkin gue perlu cek kembali apakah gue masih normal atau tidak karena respond gue kok sedikit berbeda ketika melihat cewek cantik yang masuk ke kelas kami saat itu? Berbeda dengan teman-teman gue yang hebohnya minta ampun sampai ada yang jungkir balik di belakang?

Gue nggak ngerti. Bagi gue biasa aja. Iya, tamunya memang cantik. Tapi gue biasa aja menanggapinya. Nggak seheboh temen-temen gue yang lain. Bahkan ketika tamu itu memperkenalkan tentang Binus, murid-murid dari kelas lain pun ikut mengintip dari jendela. Saking langkahnya pemandangan seperti ini. Mungkin mereka yang dari kelas lain tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langkah seperti ini, melihat cewek cantik di ruangan IPS. Hal ini tentu jadi pemandangan langkah bagi anak IPS karena yang cantiknya kebanyakan di IPA :(

Kami pun diberi kuesioner oleh kakak-kakak dari Binus. Yang bagiin kuesionernya cantik lagi! Tapi sekali lagi tanggapan gue biasa aja melihatnya. Kakak yang bagiin kuesionernya juga masih mahasiswi di Binus. Kalo untuk mukanya sih kayak orang China gitu. Sementara satunya lagi juga cantik, dan dia adalah urang awak. Orang Padang gitu, heheh. Sama kayak gue yang juga orang Padang. Tapi sayang dia alumni Binus tahun 2011 :( ketuaan buat gue :(

——————————————————

Lembaran kuesioner telah gue diisi. Dari sekian banyak murid di kelas, tampaknya cuman gue sendiri yang ngisi kuesioner dengan serius. Hmm, mungkin karena sebagian besar dari teman gue nggak tertarik buat ngelanjutin di perguruan tinggi swasta kali ya, mangkanya banyak yang ngisi keusioner dengan kurang serius. Bahkan ada yang ngasal. Padahal cuman kuesioner lho.

Gue ngembaliin kuesioner yang telah diisi. Awalnya sih cuman pengen balikin. Tapi nggak taunya lisan gue mulai melakukan hal yang seharusnya tidak gue lakukan: menanyakan nomor hp kakak tersebut.

“Nomornya berapa ya kak?”

Kakak dari Binus pun memberikan nomor hapenya ke gue. Oh tidak, kenapa gue nanyain nomor dia sih? :( kan gue udah milih mau masuk UMN :(

Setelah dapet nomor kakak tersebut, gue pulang. Sambil membawa lembaran dari Binus. Pas nyokap tau gue bawa itu, nyokap langsung heboh!

“AMBIL BINUS AJA BANG, AMBIL!!” sambil nunjuk-nunjuk lembaran yang dikasih sama orang Binus.

Ya kalo seandainya mereka datang sebelum tanggal tujuh Oktober, mungkin gue positif ambil Binus. Apalagi nyokap sadar dengan potensi dan kemampuan gue yang pernah ikut tes beasiswa di UMN. Gue juga mau, sih. Tapi sayangnya kamu datang diwaktu yang tidak tepat. Ohh… Universitas impianku. Kenapa kau datang terlambat? Sekarang kau membuatku jadi panik. Seperti wanita stress karena terlambat datang bulan. Tapi gapapa, semoga ini jadi pertanda baik buat gue.

Ya, semoga saja.

Pernahkah kalian dibuat bingung dalam memilih universitas? Pernahkah ketika kalian ingin masuk universitas A namun dilarang lalu ikut universitas B diterima dan akhirnya orangtuamu berubah pikiran dan menyuruhmu masuk universitas A? Yuk, jangan lupa tinggalkan komentar di kolom yang ada di bawah ini :))

Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

20 KOMENTAR

  1. Bingung banget kayaknya ya milih Universitas. Untung gue gapernah dibikin bimbang karena itu, hehe. Kelas gue juga gitu, ada cewek cakep dikit langsung liar :v. Maklum sih kalo emang sekelas isinya rata-rata cowok =D

  2. Dilema ya za dalam memilih universitas…
    Pikir baik baik lagi za supaya nantinya gak nyesel, kalau emang kamu udah bener bener yakin sama keputusan yang kamu pilih, kamu harus siap dengan segala resikonya…

  3. Gue punya tuh temen yang kayak gitu, yang bercandanya bawa-bawa fisik dan ngomongnya tuh yang niatnya pengen ngeucu malah bikin gue jadi sakit hati bahkan membekas banget di otak gue sampai sekarang padahal kejadiannya udah lama banget waktu gue kelas 1 SMA kalo gk salah,

    gue juga pernah bingung milih univ, pengen ke univ A tapi biaya hidup di kota itu mahal akhirnya gue mengurungkan niat dan untngnya gue udah menempukan univ pilihan yang teppat banget..doain yah semoga gue keterima di univ pilihan gue :D

    lah jadi dulu ortu lo gak ngijinin masuk kesana lalu tiba tiba berubah pikiran gitu? asik banget dah

    • Selamat ya akhirnya udah nemuin univ yang cocok buat kamu! Selamat! Semoga bisa sukses di univ pilihanmu sendiri :)
      Iya, asik banget memang. Tapi kan gue bingung jadinya karena ada dua pilihan :(

  4. Wkwkwkwkwkwk setel langsung Cinta Datang Terlambat. :>
    Ih, di aku juga gtu da kalo pelajaran Indonesia, pasti aja ulangannya ada hubungannya yang di LKS. Nyeselin. Patokannya LKS doang.
    Ah, Reza mah gimana sih. Udah, let it go. Kamu udah pilih yang baik kok.

  5. Aku ngin masuk universitas A namun dilarang juga gak keterima sih, lalu ikut universitas B diterima dan akhirnya orangtuaku gak berubah pikiran dan menyuruhmu masuk universitas B? Dan pas kuliah jadi iri melihat teman-teman yang lainnya berasa bahagia banget kuliah di Universitas B. Mungkin ini yang namanya nasib, maybe I will see different destiny, U too I hope.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Reza Andrian
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca