Minggu, Desember 8, 2024
HomeStoryLika Liku Mudik

Lika Liku Mudik

on

Huft. Akhirnya lebaran juga! Setelah satu bulan berpuasa, kini gue bisa menjalankan kembali rutinitas yang selalu gue tahan-tahan selama bulan puasa: menyeduh kopi di pagi dan sore hari. Oke abaikan saja yang barusan karena bukan itu yang pengin gue ceritain kali ini. Tapi sebaliknya, gue pengin nyeritain salah satu kegiatan di bulan Ramadhan.

Jadi, ada satu kegiatan penting yang amat sangat gue tunggu-tunggu di bulan Ramadhan. Kalian tau apa itu? Kalau belum tau, mari mendekat. Biar gue bisikin. Sudah? Oke, nama kegiatannya adalah mudik. Okesip. Gue yakin enggak lama lagi gue bakal di hujat oleh netizen yang lagi kesel. Kalian pasti pengin melempari gue dengan sesuatu, kan? Hahaha.

Ya, gue pengin nyeritain perjalanan mudik. Tapi, mudik bukan sembarang mudik. Yang pengin gue angkat ke dalam cerita kali ini adalah bagaimana lika liku mudik yang gue hadapi.

Sebagaimana yang kalian tahu, gue adalah seorang anak rantau yang sedang kuliah di Kota Jakarta. Dan sebagaimana mestinya anak rantau, setiap mudik gue selalu melakukan perencanaan dengan cukup matang. Lalu menyiapkan segala sesuatunya mulai dari uang untuk beli tiket, memilih tanggal keberangkatan dan, ya, tentu saja oleh-oleh untuk orang di rumah.

Gue bisa aja melakukannya tanpa perlu melakukan perencanaan. Itu hal yang gampang karena gue tinggal buka aplikasi untuk booking tiket, pilih tanggal keberangkatan, pilih metode pembayaran, bayar dan selesai. Tiket berhasil di pesan. Tapi persoalannya enggak semudah itu. Ini bukan sekadar liburan biasa. Ini adalah libur lebaran. Harga tiket bisa naik dua bahkan tiga kali lebih mahal dibanding musim libur seperti tahun ajaran baru dan pergantian tahun.

Dan gue percaya bahwa memesan tiket sejak jauh hari bisa memperkecil kemungkinan untuk mendapat tiket dengan harga tinggi. Makin cepat pesan, makin murah harganya. Ada yang masih beranggapan kayak gini enggak sih? Hahaha.

Oke cukup basa-basinya. Gimana sih lika liku mudik gue tahun ini? Jadi, begini ceritanya.

Khusus perjalanan mudik tahun ini gue udah menyiapkan semuanya sejak jauh-jauh hari bahkan sebelum bulan Ramadhan tiba. Namun, enggak semuanya berjalan sesuai rencana. Salah satunya adalah harga tiket yang tiba-tiba naik jadi dua kali lipat. Gue sama sekali enggak nyangka bahwa harga tiketnya bisa naik. Padahal lebaran masih lama. Waktu itu gue terpaksa membatalkan niat untuk membeli tiket dan memilih untuk bersabar sampai harganya kembali normal.

Seperti biasa, setiap mudik gue selalu menggunakan jalur udara karena lebih cepat sampai. Sebenernya jalur darat juga bisa. Tapi sampainya bisa lebih lama. Berangkat siang jam 12, sampainya bisa esok sore. Itu kalau lagi musim libur kenaikan kelas.

Setelah menunggu selama beberapa hari, harga tiket sudah mulai turun walau pun sebenernya masih termasuk mahal; bahkan dengan harga segitu biasanya gue bisa dapat tiket untuk maskapai sekelas Garuda. Yaudahlah, namanya juga lebaran, batin gue. Dan tanpa pikir panjang langsung menekan tombol pembayaran untuk keberangkatan tanggal 1 Juni.

Memesan Tiket Untuk Mudik
Gunakan metode pembayaran debit atau internet banking mempermudah proses pemesanan
sumber gambar: pexels.com

Setelah berhasil memesan tiket pesawat, gue kembali beraktivitas seperti biasanya. Kuliah dan nongkrong. Lalu bulan Ramadhan tiba. Kegiatan kuliah tetap berjalan seperti biasanya. Jam masuk dan pulang tetap seperti biasa. Kantin tetap buka seperti sebelum puasa, balkon dipenuhi oleh mahasiswa yang menjual makan dan minum—yang merupakan bagian dari tugas SLME yang sudah gue ceritakan di postingan sebelumnya.

Setelah beberapa hari puasa gue menyadari dua hal bahwa perkiraan gue ternyata salah. Yang pertama, ramadhan tahun ini sama sekali berbeda dari tahun sebelumnya.

Ramadhan tahun ini lumayan menghabiskan banyak uang—bahkan gue enggak sempat nabung sama sekali karena habis untuk membeli takjil. Ini karena kelasnya baru bubar saat sore menjelang waktu berbuka. Gimana gue enggak kalap kalau sepanjang jalan di sebelah kiri dan kanan pemandangannya penjual takjil semua. Ada gorengan, berbagai jenis es dan jajanan yang bahkan belum pernah gue lihat sebelumnya. Gimana enggak tergoda coba. :))

Lalu yang kedua. Rencana yang sudah gue susun dengan sangat rapih, ternyata harus dikacaukan oleh sesuatu. Presentasi tugas akhir. Gue mengira kalau pulang tanggal 1 Juni itu merupakan pilihan yang sangat tepat karena selain harga tiketnya enggak begitu mahal, lebih cepat santai, makan sahur dan buka jadi lebih terjamin.

“Tanggal 6 Juni nanti kita ada beauty contest, ya.” kata dosen gue yang mengajar untuk matakuliah E-biss Design melalui perantara komti—atau lebih dikenal dengan sebutan ketua kelas dibangku sekolah dasar hingga menengah atas.

Beauty Contest? Maksudnya gimana, tuh?” tanya salah seorang anggota kelas.

“Itu lho, presentasi tugas web,” balas komti kami.

Gue melongo dan bertanya-tanya. Kok jadi tanggal 6 Juni? Kan, habis libur lebaran nanti masih ada kelas? Kenapa tugasnya harus sudah selesai di tanggal 6? Gue mengecek kembali kalender perkuliahan melalui halaman website kampus lalu mendapati bahwa materi matakuliah tersebut telah habis; dan otomatis tanggal 6 Juni menjadi kelas terakhir untuk matakuliah ebiss design di semester ini.

Sementara itu matakuliah lain tersisa satu sampai dua materi lagi dan akan dibahas sesudah libur lebaran. Ini semua terjadi karena gue salah lihat jadwal. Setelah tau dimana letak kesalahannya gue bimbang antara harus reschedule atau enggak. Gue pun berpikir dengan sangat hati-hati. Enggak mau mengulang kesalahanan yang sama. Mau reschedule, uangnya enggak ada. Kalau enggak reschedule, gue enggak dapat nilai tambah.

Setelah memikirkannya dengan sungguh-sungguh, gue yakin bahwa keputusan yang gue ambil sudah tepat. Gue tetap akan pulang tanggal 1 Juni!

Meskipun deadlinenya sudah semakin dekat, tapi gue sama sekali belum mengerjakan tugas tersebut karena harus menunggu rekan satu kelompok. Bagaimana mungkin gue bikin situs e-commerce dari nol dengan tangan gue sendiri! Mustahil! Waktunya enggak bakal cukup kalau dikerjakan sendiri. Apalagi bikinnya enggak boleh pakai template, CMS dan sejenisnya. Harus coding manual dari nol banget.

Gue bisa aja mengabaikan tugas tersebut. Paling kalau nanti mereka nanya atau marah-marah, gue tinggal bilang, “lho, salah sendiri. Kemarin udah diajakin kerja pada enggak mau.”

Ya, gue orangnya kadang bisa cuek, dan bodo amat kalau udah terlanjur kesel. Apalagi gue yakin banget kalau nilai gue bakal aman di matakuliah ini. Tapi setelah mengingat syarat untuk lulus di matakuliah ini adalah minimal nilainya C atau setara dengan 69. Sedangkan matakuliah lain syarat minimal kelulusannya adalah D atau setara dengan 64. Rasanya akan cukup sulit kalau gue cuma mengadalkan nilai UTS sama UAS. Ini kalau enggak dikerjain nanti bisa enggak lulus nih, pikir gue.

Kemudian gue berusaha mengumpulkan niat ditengah rasa ketidak sabaran gue untuk mudik. Yah, minimal ada usaha dulu gitu. Siapa tau nanti ada yang bantu, pikir gue sambil berharap ada yang berinisiatif buat nolongin. Dan bener aja, ternyata ada seseorang yang berinisiatif buat ngebantuin gue ngerjain tugas akhir matakuliah ini. Dia adalah Matt yang pernah gue bahas di postingan sebelum ini. Kalau belum tau siapa dia, silakan mengklik tautan berikut ini.

Tugas itu berhasil gue kerjakan hingga tuntas. Sialnya, gue enggak bisa ikut presentasi karena keputusan gue udah bulat untuk pulang tanggal 1 Juni. Tapi untungnya gue udah ngomong sama dosen gue dan dia mengizinkannya.

Bulan pun berganti. Mei menjadi Juni. Waktu sudah menunjukkan pukul 13 lewat 24 menit saat gue menitipkan tugas rangkuman ke salah seorang teman yang kosnya berdekatan dengan gue. “Eh, gue titip di lu dulu, ya? Takutnya si bapak entar nagih tugas rangkuman pas gue lagi di kampung.”

“Iye, santai aja, Jak,” katanya, meyakinkan. “Lu balik hari ini kan, ya?”

“Iya. Habis ini gue mau langsung ke bandara.”

“Hadija, Jak.”

“Eh?” gue memiringkan kepala tanda tak mengerti.

“Hati-hati di jalan.”

“OHH!” gue ber-oh panjang. “Oke, Gi. Makasih. Gue pamit dulu, ya!”

Berangkat Menuju Bandara
Berangkat menuju bandara.
doc. pribadi

Sehabis menitipkan tugas gue bersiap pergi menuju bandara. Padahal terbangnya jam 4 sore. Gue kecepetan berangkatnya. Tapi lebih baik mencegah daripada mengobati kan, ya? Gue takut kalau berangkatnya dimepetin nanti yang ada malah telat. Biasa lah, macet. Apalagi pas bulan puasa.

Sesampainya di bandara gue langsung check-in. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 14.25 siang. Gue duduk santai di ruang boarding sambil mendengarkan lagu lewat aplikasi streaming musik yang terinstall di hape.

Dan, ya. Gue mudik lebih awal dibandingkan temen-temen gue yang lain. Sementara gue udah liburan, temen-temen gue yang lain masih kuliah seperti biasa. Gue sengaja menyisihkan absen gue untuk hal ini. Biar bisa libur lebih awal.

Mudik Lebaran
Pergi Mudik
sumber gambar: pexels.com

Oya, saat gue mudik sebetulnya masih ada kelas selama seminggu. Tapi gue mudik duluan karena pengin liburnya lebih lama dan lagipula saat itu gue mudik dengan memakai sisa jatah absen gue.

Oya, ngomong-ngomong gue lupa beli oleh-oleh buat keluarga di rumah. Bukan lupa, sih, lebih tepatnya enggak ada uang buat beli. Huhu. Ini semua gara-gara kalap ngelihat jajanan takjil di pinggir jalan nih~

Oke, yang barusan jangan di tiru, ya!

Dari perjalanan mudik tersebut gue menyadari beberapa hal:

  1. hidup enggak selalu sesuai dengan harapan
  2. Sekalipun udah bikin rencana, jangan lupa untuk bikin rencana cadangan kalau-kalau rencana pertama enggak berhasil atau gagal
  3. jangan takut mengambil keputusan
  4. tuntaskan, bukan kabur dari tanggung jawab

Oke itulah lika-liku mudik yang gue alami tahun ini. Gimana dengan perjalanan mudik kalian? Yuk, tukeran cerita :)

Previous Article
Next Article
Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

7 KOMENTAR

  1. mudik emang capek ya. lebih repot lagi kalo gak pake kendaraan pribadi gak bisa santai-santai bisa-bisa harga tiket melambung dan ujung2nya gak bisa pulang.
    ya tapi itulah mudik, kalo gak ribet kalo gak capek kalo gak macet bukan mudik namanya hehehe

  2. Ga ada kampung halaman, jadi liburan :v.

    Setiap pengalaman pasti ada yang bisa dipetik. Kayak barusan waktu gue liburan sama keluarga besar. Namanya keluarga besar, pasti banyak maunya. Ada yang mau ke sana, ada yang mau ke sini. Alhasil hampir semua keinginan gue gak ada yang terwujud. Tapi di sini gue belajar untuk mengalah. Hehe

  3. Bangke sepanjang baca gue ngakak sambil ngedumel sendiri. Dan iri. Gue nggak mudik soalnya! Disuruh jaga rumah! Huhuhu

    By the way, Anda ini tipikal orang yang bodo amat ternyata. Suka ngerasa insecure sama sifat bodo amat ini nggak sih? Kalau gue suka. Hahaha. :p

    PS: dosennya baik banget anjir.

    • Jangan mudik. Berat. Lebih baik kamu hijrah saja. Jadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya #GIGIPHIJRAH2k18
      Oh, tentu. Suka kepikiran gini: kalau gue begini, gue ikutan rugi enggak, ya? gitu terus sepanjang malam (sampai gue ngambil keputusan). Kalau ngerugiin diri sendiri, gue bakal ambil jalan aman. Tapi kalau enggak ikutan rugi gue tetep pake prinsip “anjing menggonggong mia khalifa berlalu~”
      Tentu. Terbaek dah itu dosen. Tiap masuk selalu ditelatin satu jam biar kami bisa sarapan dulu (ya, kami masuknay jam 7 pagi) dan kalau jam istirahat juga selalu ditelatin satu jam biar kami enggak terburu-buru makannya~

  4. Hettt jadi deg deg an sendiri gue saat tau tanggal 6 nya bakal ada presentasi. Tiket pesawat udah dipesen enggak murah kan ya tuh, sayang sayang kalau 6 juni ikut presentasi tapi enggak mudik pulang kerumah orang tua, bakal jadi menyedihkan momen di mudik era 2018 hahaha.

  5. zaman aku kuliah, aku ga bisa pulang ke indo, karenaaaa tipe kampus swasta di sana, hanya libur pas tgl merah lebarannya thok ;p. mereka baru libur lebih lama, kalo natal :D.. jadiiiiii 4 thn kuliah di sana, aku ga pernah pulang… ya rugi aja kalo aku balik cuma pas tgl merah hahahaha. dan jujurnya mas, karena kebiasaan 4 thn ga pulang, sampe skr, kalo lebaran aku jd biasa aja kalo ga bisa mudik… walopun alasan utamanya skr ini, anggota keluarga udh 4 orang, dan beli tiket ke medan utk 4 org pas lebaran, sama aja bisa beli tket ke Eropa pp hahahahahah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Reza Andrian
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca