Selasa, November 26, 2024
HomeStorySeriusKok Kamu Nggak Bisa Diajak Kompromi Sih

Kok Kamu Nggak Bisa Diajak Kompromi Sih

on

Ingin melanjutkan kisah gue kemarin yang menceritakan tentang kesedihan yang terus gue alami selama berminggu-minggu.

Bagi kalian yang belum membaca cerita sebelumnya, silahkan mengklik di sini untuk membaca cerita sebelumnya \o/

Ini adalah cerita berseries. Silahkan baca di sini untuk melihat lanjutannya.

Sabtu siang itu, badan gue benar-benar terasa panas. Lidah pun terasa kebal dan kepala terasa pusing. Gue berasumsi kalo gue kena malaria karena lidah kebal, adalah tanda-tanda dari penyakit malaria. Gue nggak mempermasalahkan gue kena malaria atau bukan. Karena malaria, bisa dilawan dengan banyak istirahat dan banyak mengeluarkan keringat dingin dalam tubuh. Caranya pun cukup mudah, hanya dengan makan-makanan yang hangat. Setelah keringat dingin keluar, biasanya keesokan hari badan gue udah terasa mendingan.

Masalah terbesarnya berada di kaki gue. Ya, kaki gue masih terasa berat ketika di bawa jalan. Tidak hanya berat, namun juga sakit. Sesekali gue terjatuh saat berjalan di dalam rumah. Jatuh dan bangkit sendiri dengan bantuan di sekitar seperti kursi misalnya. Kalau di sekitar tempat gue jatuh tidak ada kursi, otomatis gue tidak bisa bertumpu pada suatu beda. Bila gue nggak bertumpu pada suatu benda, maka gue nggak bisa berdiri kembali.

Baca Juga: Ceritanya Cukup Sedih

Seperti saat gue jatuh di jalan waktu pulang sekolah. Di jalan raya, nggak ada tempat yang bisa gunain sebagai penumpu atau alat pembantu untuk berdiri. Ya kali di jalanan ada kursi. Ya kali di jalanan ada meja. Jalan ya jalan. Mangkanya waktu gue terjatuh pada saat ingin menyebrangin jalan, gue nggak bisa berdiri lagi.

Untungnya ada bapak-bapak di sana yang lagi ngobrol. Gue bisa selamat. MAAAKKK!!! ANAKMU SELAMAT MAAAKK!!!

Rasa sakit pada kaki gue kian parah. Malam itu juga, gue nggak bisa beraktivitas seperti biasanya lagi. Bahkan untuk ngeblog sekalipun. Nyokap, yang nggak setuju kalo gue ikut silat, terus menyalah-nyalahkan gue kenapa tetap ngikutin silat.

Tapi nyokap juga berkata, kalo itu biasa aja. Karena setiap berolahraga yang berat, biasanya pasti akan ada kejang otot. Bener juga, sih. Gue nggak memikirkan rasa sakit itu karena memang mungkin kaki gue belum terbiasa dengan gerakan silat. Dan paling 2 sampai 3 hari nanti juga bakalan sembuh lagi.

Gue bisa bernafas legah.

——————————————-

“PAAAA, abang pengen pipis, PAAA.” pinta gue, dari dalam kamar.

Bokap langsung membuka pintu kamar dan nyalain lampu kamar gue.

“Kenapa bang?” tanya bokap.

“Pengen pipis.” jawab gue.

Bokap ketawa ngelihat gue yang saat itu bilang, pengen pipis. Bokap langsung mematikan lampu kamar dan keluar dari kamar gue.

Baca Juga: Mencoba Sebuah Peruntungan

Gue kembali berteriak, minta tolong di anterin ke toilet, karena waktu itu kondisi kaki gue kian memburuk.

Bokap masuk kembali dan lalu berkata, “pipis aja sendiri, bang. Kan udah gede,” jawab bokap, masih dengan menahan tawa.

Mungkin bokap nggak biasa melihat pemandangan seperti ini. Ini adalah kali pertamanya gue di usia yang sudah semakin dewasa berkata pengen pipis. Terakhir kali kata pengen pipis gue gunakan pas gue di sunat.

Gue menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada bokap. Setelah gue ceritakan kronologi kejadiannya, dan keluhan gue, bokap memakluminya. Bokap membantu gue berjalan sampai ke toilet. Di toilet, bokap juga ikutan masuk, karena gue nggak bisa berdiri sendiri. Kalo bokap melepaskan tubuh gue, gue bisa jatuh.

Hari demi hari kaki gue kian parah. Tadinya yang cuman sakit-sakit biasa, menjadi tidak bisa digunakan. Seperti orang lumpuh gitu. Kemana-mana gue di papah. Mau ke toilet dibantu berjalan. Mau bangkit dari posisi tidur di bantu. Mau turun dari tempat tidur juga di bantu. Apa-apa di bantu. Kecuali pipis. Nggak mungkin dibantu pipis. Gue udah gede. Akan sangat memalukan rasanya bila titit gue di lihat. Meski orang tua sekalipun. Kalo rasa ingin pipis itu muncul, Bokap atau nyokap memegang tubuh gue supaya stabil. Supaya nggak jatuh gitu. Untungnya tangan gue masih bisa digunain, jadi ya gue cebok sendiri.

BAB? Untungnya BAB gue waktu itu lagi nggak lancar. Waktu kaki gue lagi sakit, gue pernah BAB. Pintu toiletnya gue biarin dalam kondisi terbuka. Takutnya kalo terjadi apa-apa nggak ada yang bisa nolongin gue karena pintunya tertutup. Mangkanya, gue biarin pintu toiletnya terbuka. Jadi, kalo ada apa-apa, gue bisa minta pertolongan sama nyokap.

Baca Juga: Bingung….

Untuk jongkok, rasanya benar-benar sakit banget. Ketika ingin jongkok, gue berpegangan sama pinggiran bak mandi. Dan ketika ingin bangkit, gue berpegangan sama pinggiran bak mandi. Kejadiannya sih waktu kaki gue terasa sakit. Setelah BAB itu, gue nggak ada lagi BAB sampai hari kamis. Coba aja kalo BAB gue lancar, bahkan waktu kaki gue nggak bisa di ajak kompromi, ya mau nggak mau nyokap bisa ngelihat titit gue, dong.

Ketika sudah beranjak dewasa, kemaluan menjadi hal yang paling maluin untuk di perbincangkan, bahkan untuk di lihat. Apalagi beda jenis.

Kamisnya, kaki gue sudah bisa di ajak jalan. Tapi tetap dengan keluhan “masih terasa sakit saat di bawa jalan”. Hari kamis itu juga gue sudah bisa ke sekolah. Meski gue sekolah, gue tetap tidak bisa mengikuti beberapa kegiatan yang sedang ada di sekolah waktu itu. Seperti kegiatan sholat istisqo, yang mana pada waktu itu, kota gue sudah lama tidak turun hujan. Sawah dan beberapa sumber mata air mulai mengering. Jadinya sekolah gue melakukan kegiatan sholat istisqo.

Sholat Istisqo

Karena kaki gue masih sakit, dan letak kelas yang berada di lantai dua, maka gue tidak bisa memaksakan diri untuk ikut sholat istisqo. Gue minta tolong izinin sama ketua kelas, Ibang, karena tidak bisa mengikutin sholat istisqo. Ibang mengiyakan dan gue beristirahat di dalam kelas.

Siang sekitar jam 11, gue minta tolong sama Andi yang buat anterin gue ke meja piket karena gue ingin pulang. Gue udah nelponin bokap buat jemput gue pulang. Kondisi tubuh yang tidak bisa di ajak kompromi dan kaki yang mulai kambuh sakitnya, membuat gue harus pulang juga saat itu juga. Guru di meja piket memberikan izin dan gue di jemput sama bokap.

Ohh… kesehatan…. kok kamu nggak bisa di ajak kompromi sih? Setelah gue bahagia karena sudah membaik, kamu malah terus menyiksaku seperti ini? Ayo dong, sembuh!

To be continue…

Reza Andrian
Reza Andrianhttps://rezaandrian.com
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.

Hey, jangan pergi. Kamu perlu baca ini

6 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Enter the captcha *

Sebelum kamu pergi, tinggalin komentar dulu, ya!
Setiap komentar yang kamu tinggalkan selalu aku baca dan itu sangat berarti untukku agar terus semangat dalam menulis. Semoga harimu menyenangkan \o/
*komentar baru akan muncul apabila sudah di Approve terlebih dahulu oleh admin.

Reza Andrian
Hi, nama gue Reza. Gue seorang Blogger dan saat ini sedang meniti karir dibidang Project Management di sebuah perusahaan Swasta Jakarta.
577FansSuka
688PengikutMengikuti
893PengikutMengikuti

Belum Gaul Kalau Belum Baca