Yooshh melanjutkan postingan sebelumnya yang membahas “sebab dari kevakuman gue dari dunia blogger”.
Biar gue jelasin sekali lagi. Kemarin gue sempat vakum selama kurang lebih 23 hari dari dunia blogger. Kevakuman gue ini tentu ada penyebabnya. Nah maka dari itu gue membuat postingan berseri yang membahas apa-apa saja yang gue lakukan selama vakum.
Ini ada postingan berseries. Dan ini adalah series ke-empat. Kalo belum baca dari series pertama gue saranin kalian baca postingan sebelumnya, deh. Karena ini adalah postingan berseries.
Kalo mau ngikutin dari awal, kalian bisa membacanya di sini. Di seri awal, gue menceritakan bagaimana bisa gue vakum dalam kegiatan blogger. Sebagai seorang blogger, vakum adalah hal yang paling menakutkan. Karena setelah vakum untuk beberapa lama, biasanya pemilik blog akan kehilangan pembaca setianya. Kehilangan pengunjung setia blognya. Kehilangan teman-teman. Dan kehilangan mantannya. Apasih. Kok jadi ngomongin mantan. Bodo.
Lalu untuk series kedua kalian dapat membacanya di sini. Di series kedua menceritakan tentang kesedihan yang gue alamin karena si “dia” nggak bisa di ajak kompromi :’) Huu… dia siapa nih? Kepo lo ya? Mangkanya, baca dulu :p
Di series ketiga, gue kembali menghadapi masalah lagi. Masalah apa? Baca di sini aja :p
Setelah belajar di kantor bokap, kaki gue yang waktu itu sempat sakit setelah latihan silat kembali mendapati masalah. Tidak bisa jalan. Kaki gue bahkan mati rasa. Kalo waktu itu kaki gue sakit ketika di bawa jalan, lain hal dengan ketika gue pulang dari kantor bokap. Kaki gue mati rasa. Seperti orang lumpuh gitu.
Esoknya bokap dan nyokap bawa gue ke tukang urut langganan. Kata tukang urut perut gue turun. Lalu punggung, kaki, badan, tangan dan bahu gue kena. Nggak tau kena dalam artian bagaimana. Pokoknya nenek tukang urut itu bilang sama bokap gue seperti itu.
Selama dua hari itu gue terus di bawa ke tukang urut. Anehnya, sehabis di urut gue sama sekali tidak merasakan adanya perubahan. Biasanya sih kalo pegel-pegel atau kecapekan kalo udah di urut pasti ada perubahannya. Lah ini nggak ada perubahan sama sekali.
Baca Juga: Senang dan Penderitaan
Berselang dua hari kemudian ibu-ibu arisan RT datang ke rumah gue buat menjenguk. Buset dah. Dalam kunjungan itu rumah gue di penuhi oleh ibu-ibu. Dalam kunjungan itu juga gue dibikin pusing oleh kerempongan ibu-ibu RT. Yang satu nanya ini, yang satu nanya itu, yang satu nyuruh ke dokter, yang satu sibuk telponan, duh pokoknya pusing banget deh. Udah kayak pasar.
Awalnya gue memang nggak mau di bawa ke dokter dikarenakan suatu alasan. Alasan apa tuh? Gue. Takut. Kena. Suntik. Kalo udah di rawat di rumah sakit pasti tidak jauh dari suntikan. Baik itu sakit sepele maupun sakit yang parah. Ada yang suntik di tubuh lah, ada yang suntik melalui infus lah, ada yang suntik di bagian bokong lah, pokoknya ngeri deh.
Gue yang tadinya nggak mau di rwat di rumah sakit karena takut kena suntik, pada akhirnya mau melawan ketakutan gue sendiri. Atas bujukan ibu-ibu RT yang rempong itu akhirnya gue mau juga di bawa ke rumah sakit. Terima kasih ibu-ibu, kalo bukan karena bujukan dari para ibu-ibu mungkin saat ini juga gue masih tidak bisa berjalan.
Malamnya ketika bokap gue pulang gue langsung minta di bawa ke rumah sakit. Pilihan pertama gue adalah rumah sakit swasta yang ada di kota gue. Kenapa gue memilih rumah sakit swasta? Karena fasilitas dan kualitas pelayanannya yang sudah tidak diragukan lagi.
Setibanya di rumah sakit yang gue pilih, turun dari mobil gue di bopong oleh tetangga dan juga bokap. Karena kaki gue mati rasa dan tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya, akhirnya gue di dorong dengan menggunakan kursi roda. Jujur, ini pertama kalinya bagi gue duduk di kursi roda dan ini juga pertama kalinya kaki gue tidak bisa digunakan.
Gue di bawa ke ruang IGD. Setibanya di ruang IGD gue langsung ditanganin oleh dokter umum yang saat itu bertugas. Sementara itu bokap gue nyari ruangan. Nyari ada ruangan yang kosong atau tidak. Ternyata gue kurang beruntung. Seluruh ruangan VIP sudah terisi. Adanya kelas bangsal yang mana katanya dalam satu ruangan ada 15 pasien. Buset 15 pasien? Mending gue nggak usah di rawat di rs, deh.
Karena ketidaktersediaannya ruangan lagi, akhirnya gue nyari rumah sakit lain. Setelah pusing karena tidak adanya ruangan VIP yang tersedia lagi, akhirnya pilihan terakhir jatuh ke rumah sakit umum daerah yang mana jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah gue. Setibanya di sana, lagi-lagi gue di bopong ke kursi roda. Dan masuk ke ruang IGD lagi.
Di ruang IGD rumah sakit umum, gue kembali di beri pertanyaan oleh tim dokter yang sedang bertugas saat itu. Kalo di rumah sakit swasta gue hanya diperiksa dan ditanya oleh satu dokter, di rumah sakit umum, gue ditanganin oleh banyak dokter. Mungkin karena keanehan penyakit gue ini kali ya, mangkanya langsung banyak dokter yang menanganin.
Segala hal dilakukan oleh tim dokter. Mulai dari ronsen, rekam jantung, pokoknya banyak deh. Gue juga sempat ditelantarkan oleh tim dokter saking banyaknya pasien yang berdatangan. Pasien yang datang pun macam-macam penyakitnya. Ada yang kecelakaan, ada yang mual-mual, dan ada juga yang meninggal di perjalanan. Kalo penakut atau nggak kuat, jangan masuk IGD/UGD deh. Pemandangannya mengerikan :)
Tibalah giliran gue. Entah kenapa dokternya tiba-tiba bawa jarum suntik gitu. Gue berusaha buat memberanikan diri meski sebenarnya takut. Dokter yang menanganin gue sempat tertawa ketika ingin memasang infus.
“Tangannya jangan tegang gitu Za, santai aja santai.”
“Ng… iya dok.”
Setelah gue menutup mata, tiba-tiba sudah di infus aja. Gue kira cuman disuntik, ternyata masang infus. Gue sempat heran, kok tiba-tiba di infus? Bukannya cari ruangan dulu? Tapi yaudahlah, lagian juga udah terpasang. Nggak mungkin langsung di lepas.
Tak lama setelah di infus cairan infusnya di ganti lagi sama yang cairan yang warna merah. Ini juga pertama kalinya gue lihat cairan infus wrna merah, biasanya cairan infus kan warna bening kayak air pada umumnya, tapi di sini yang gue lihat cairan infusnya warna merah.
Mau tidak mau gue yang tadinya anak IPS jadi belajar ilmu kesehatan. Tadinya banyak hal yang tidak gue ketahui seputar peralatan yang ada di rumah sakit, sekarang, gue jadi tahu. Terima kasih rumah sakit.
Kelanjutannya bisa di baca di sini.
.To be continue…
Kalo baca yang bagian terakhir jadi ingat kata guru saya, “belajar tidak harus dari buku, dengan melihat/mendengar/berinteraksi dengan seseorang itu juga bisa dinamakan belajar”. Pengalaman yang menarik
Tepat sekali :))
bah.. ternyata rs swasta sama umu bedanya cukup terlihat yak..
itu infus warna merah jangan2 darah lagi..
Yo jelas beda dong mas haha
Dari segi pelayanan sih rs swasta yang lebih unggul. Tapi kalo bicara soal fasilitas peralatan rumah sakit mungkin rumah sakit umum yang lebih unggul
kayaknya bukan deh, soalnya cairan infusnya berwarna ungu seperti sirup anggur gitu.