Baru-baru ini kami menghabiskan liburan di Bandung. Lebih tepatnya kabur ke Bandung. Kabur dari hiruk-pikuk Kota Jakarta. Liburannya terbilang singkat mengingat kami sama sekali tidak menyewa penginapan atau semacamnya. Lebih tepatnya kami menghabiskan waktu sepanjang hari di jalanan. Tanpa sempat tidur sekalipun. Ceritanya di mulai dari jam tiga pagi. Kami berangkat dari Jakarta dengan naik mobil Rico.
Mobil yang kami tumpangi melesat dengan cepat di jalan tol yang masih sepi. Wajar saja sepi, waktu menunjukkan pukul tiga pagi saat mobil Honda Jazz warna abu-abu tersebut melaju di jalan tol. Sesekali mobil kami adu kecepatan dengan mobil yang lewat. Tentu saja mobil kami yang menang karena yang nyetir cukup berpengalaman di bidang ini.
Karena nggak ada yang tidur, masing-masing menyibukkan dirinya sendiri. Willy sibuk mengambil gambar dengan kamera hapenya. Katanya dia ingin bikin sejenis vlog gitu untuk di upload ke Youtube. Jordi sibuk memilah-milah lagu untuk di dengarkan lewat mesin audio mobil. Sama seperti Willy, gue juga sibuk mengambil gambar untuk jadi bahan dokumentasi. Beberapa dari hasil rekaman gue upload ke akun istagram.
Pada waktu pengambilan gambar dengan alat Xiaomi Yi, kami hampir saja salah jalur karena Rico yang waktu itu menyetir melihat ke arah kamera sehingga dia tidak memperhatikan adanya papan petunjuk jalan menuju Bandung di depannya. Dengan sigap dia langsung banting stir dan mobil yang kami tumpangi kembali kami ke jalur yang benar. Seperti yang gue duga, dia memang ahli dibidang seperti ini. Sontak kami semua yang berada di dalam mobil terkejut karena aksi Rico yang terbilang mendadak itu. Badan gue membanting ke sebelah kiri saat Rico membanting stirnya ke jalur kiri. Untung saja Jordi berada di sebelah kiri gue. Badan gue tertahan oleh badannya yang besar.
Baca Juga: Keluarga Baru
Kami sampai di Bandung dengan selamat pada pukul lima pagi. Terbilang cepat sebenarnya dan kami harus mencari tempat untuk beristirahat dan ada fasilitas toiletnya. Alat GPS yang seharusnya memandu kami sampai ke tujuan malah berulah. Kami di buat nyasar dan harus keliling-keliling dahulu sebelum bisa sampai di tujuan.
Kami beristirahat cukup lama di sebuah minimarket dekat Braga dan baru meneruskan perjalanan saat pagi telah datang. Rico dan Cyntia bertukar tugas. Rico duduk di bangku penumpang karena ingin mengambil gambar dan Cyntia yang mengendalikan laju mobil sampai ke Lembang. Rico dan Cyntia bertukar tugas saat mobil mulai masuk ke jalan besar. Mobil kami sempat berhenti sebentar di minimarket Lembang karena gue sama Rico kebelet saat itu juga.
Gerbang masuk menuju Tangkuban Perahu masih tertutup rapat saat kami sampai di sana. Ada beberapa mobil termasuk kami yang mengantre di depan gerbang tersebut. Sambil menunggu di buka, kami menghabiskan waktu dengan berfoto. Sesekali dengan kamera hape, sesekali dengan Xiaomi Yi milik Willy.
Kami harus menunggu cukup lama di depan karena kata petugasnya gerbang baru akan di buka saat pukul tujuh pagi.
Untuk dapat masuk ke Tangkuban Perahun, perkepalanya dikenakan biaya dua puluh ribu dan mobil dikenakan biaya dua puluh lima ribu. Adapun biaya parkirnya adalah lima ribu. Karena kami berlima dan membawa mobil, kami harus membayar sebesar seratus tiga puluh ribu untuk dapat menikmati keindahan Gunung Tangkuban Perahu.
Setelah sampai di atas kami langsung di sambut oleh udara dingin pegunungan dan pemandangan alam nan indah. Aku merindukannya. Merindukan pemandangan seperti ini. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali melihat pemandangan indah seperti ini. Aku amat menyukainya. Aku sama sekali tak menyesal karena belum tidur. Rasa kantuk hilang sama sekali setelah melihat pemandangan alam yang indah ini. Aku merasa bugar kembali setelah sempat lemas karena mengantuk.
Rico dan Willy langsung sibuk dengan kameranya masing-masing. Kami bertiga, Cyntia, Jordi dan gue saling bertukar tugas untuk memotret. Walaupun hampir semuanya gue yang ngambil gambar mereka. Tapi tak mengapa karena sejatinya gue lebih suka fotoin orang daripada di fotoin.
Kami tak lama di sana. Kira-kira jam sembilan pagi kami sudah turun dan mencari makan di areal Lembang. “Mau makan apa?”
“Sate kelinci!” jawab kami kompak. Kecuali Willy yang katanya tak tega melihat hewan lucu satu ini dihidangkan dalam bentuk sate dan di santap.
Itu adalah sate kelinci pertama yang gue makan. Tekstur dagingnya kenyal. Bahkan lebih kenyal dari daging ayam. Gue menyukai rasanya, tapi tidak dengan kecapnya yang hampir-hampir terasa asam dan agak manis. Lepas makan sate kelinci, kami bertolak ke Rumah Model yang berada di Setiabudi.
Di Rumah Model cuma Jordi dan Rico yang berbelanja. Kami bertiga cenderung hanya melihat-lihat barang-barang di sana. Masuk jam makan siang, kami pergi nyari makan lagi di Kota Bandung. Atas saran dari teman Willy yang memang asli tinggal di Bandung, kami menginjakkan kaki di Paskal. Banyak sekali jajanan di sana. Bahkan kami sampai bingung mau makan apa. Beberapa kali keliling dan masih belum mendapatkan ide mau makan apa karena ada beragam jenis makanan di sini. Gue menyamakannya dengan pesanan Jordi karena sudah kehabisan akal saat itu.
Baca Juga: Octofest
Habis makan siang, kami pergi ke Paris Van Java. Menghabiskan waktu di sana sampai malam tiba.
Sore berganti menjadi malam dan kami bertolak dari Paris Van Java untuk mencari minimarket yang ada tempat bersantainya. Hari semakin malam saat kami duduk-duduk di sebuah minimarket. Menunggu waktu yang tepat untuk pulang ke Jakarta. Saat jam sembilan, kami mulai beres-beres dan segera bertolak menuju Jakarta.
Sepanjang jalan kami menghabiskannya dengan bersantai di rest area agar perjalanan pulangnya tidak melelahkan. Apalagi Rico yang nyetir selama seharian ini. Bahkan dia tidak sempat memejamkan matanya lagi di jalan. Daripada terjadi hal-hal yang tak diinginkan di jalan karena mengantuk, lebih baik kami terlambat sampai di Jakarta karena banyak istirahat.
Semuanya sudah tidur saat mobil yang kami tumpangi keluar dari rest area. Tinggal Jordi, Rico sama gue yang belum tidur. Akhirnya kami sampai di Jakarta saat jam dua pagi. Kami menurunkan barang-barang bawaan dan berpisah di depan Lawson.
Sepertinya selama beberapa hari ke depan kami akan hibernasi panjang. Doakan saja semoga jam tidur gue nggak kebalik :’)
yaa Allah, udah lama kagak mampir sini. Pakabar, Za? hehe
aku ke tangkuban perahu udah lama banget, pas kelas 1 SD. udah lama banget. tapi aku nggak habis pikir kenapa milih perginya jam 3 pagi? takut macet? .-.v
emang Za, bandung itu tempat yang cocok untuk refreshing, mau di area kota atau ngarah ke desa.
baca ini aku jadi kangen ke bandung lagi :’D
Riska! Pas banget gue baru buka blog XD
Baik.. lu sendiri gimana? Semoga dalam keadaan yang baik-baik aja, ya.
Karena Riconya ngajakin jam segitu. Selain karena ngehindarin macet, biar kalau nyampe puncaknya ga kepanasan. Itu aja pas jam 8 gitu di atas rasanya rada panas. Apalagi kalau berangkat dari Jakartanya jam 7. Nyampe sana pasti lebih panas lagi dong karena siang? Hehehe
Hayuk lah, main ke Bandung lagi. Hahaha
Sebagai orang Sunda. Gue merasa hina karna belum sekalipun pergi ke Tangkuban perahu. Perjalanan bersama temen2 adalah suatu hal yg menyenangkan.
“Jangan sia-siakan”
:)
Kok tahi, ya? :)
wah bandung memang ngangenin